[PORTAL-ISLAM.ID] Syekh Ali Thantawi rahimahullah menulis dalam salah satu memoarnya:
Setelah perang Maysalun antara Perancis dan Suriah di tahun 1920 M yang berakhir dengan kemenangan Perancis, tentara Perancis akhirnya menduduki kota Damaskus.
Ada satu peristiwa yang tak akan pernah aku lupakan. Saat itu aku masih duduk di bangku SD (i'dadiyyah).
Pagi itu, seperti biasa, aku berangkat sekolah. Tiba-tiba aku melihat tiga orang tentara Perancis bersenjata lengkap menganggu seorang wanita muslimah yang berhijab. Mereka memegangi muslimah yang malang itu dan berbuat tidak senonoh kepadanya.
Muslimah itu hanya bisa berteriak sambil menangis. Para tentara itu tertawa-tawa melihat mimik wanita itu yang penuh ketakutan.
Orang-orang di sekitar yang melihat itu hanya diam. Mereka takut membantu karena para tentara itu bersenjata. Mereka hanya bisa menyaksikan ‘pemandangan’ itu dengan rasa pilu dan lemah.
Tiba-tiba muncul seorang tukang sayur (baqqal). Ia berteriak dengan sangat keras ke arah orang-orang yang hanya memandangi wanita malang itu. Teriakan itu benar-benar keluar dari hati yang paling dalam. Teriakan yang lahir dari iman dan rasa percaya diri yang sangat kuat.
Ia berteriak pada orang-orang itu: “Ada apa dengan kalian? Tidakkah ada agama dalam diri kalian? Tidakkah ada keberanian di dada kalian?!”
Sejurus kemudian ia segera melompat ke arah para tentara itu. Ia menyerang para tentara yang bersenjata itu dengan tangan kosong.
Melihat keberanian itu, orang-orang yang tadinya hanya diam akhirnya semangat mereka terbakar. Semua bergerak dan menyerang para tentara itu. Tidak terkecuali diriku. Aku masih ingat, aku ikut melemparkan tasku yang berisi buku ke arah para tentara itu.
Padahal kami tidak punya senjata apa-apa. Kecuali keimanan yang melahirkan keberanian. Sementara para tentara itu bersenjata lengkap dan siap memuntahkan peluru mereka ke arah orang-orang itu. Tapi mereka tak berdaya menghadapi puluhan orang yang menyerang mereka dengan penuh semangat. Semangat yang disulut oleh api kemarahan keimanan.(*)