[PORTAL-ISLAM.ID] Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional mengingatkan publik terhadap setumpuk pelanggaran HAM yang belum terselesaikan. Sebagian pelanggaran HAM bahkan diduga dilakukan oleh aktor-aktor negara.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat 2.331 kasus pelanggaran HAM dari Januari hingga September 2021. Kasus dugaan pelanggaran HAM paling banyak melibatkan aparat kepolisian.
Beberapa kasus kekerasan juga jadi perhatian publik secara nasional. Misalnya, aksi kepolisian membanting mahasiswa pada unjuk rasa di Kantor Bupati Tangerang, Oktober lalu.
Komnas HAM menyatakan kekerasan yang dilakukan polisi itu berpotensi melanggar HAM. Terlebih lagi, aksi itu dilakukan dalam pengamanan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
Kasus pelanggaran HAM lainnya yang jadi sorotan publik adalah terkait pemecatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak 58 orang pegawai KPK dipecat setelah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Komnas HAM menyatakan TWK yang digelar KPK terhadap Novel Baswedan Cs juga melanggar 11 hak asasi. Hak-hak yang dilanggar adalah hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dan diskriminasi, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas pekerjaan.
Selain itu TWK KPK juga melanggar hak atas rasa aman, hak atas informasi publik, hak atas privasi, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, hak atas kebebasan berpendapat.
Penyerangan terhadap masjid Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat pada September juga menyita perhatian publik. Komnas HAM menyatakan kejadian itu sebagai pelanggaran HAM.
Pelanggaran HAM terjadi karena jemaah Ahmadiyah dilarang untuk beribadah. Selain itu, ada perusakan terhadap harta benda beserta tempat ibadah jemaah Ahmadiyah.
Kasus dugaan pelanggaran HAM lainnya terjadi baru-baru ini. Sebanyak 19 warga Desa Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah luka-luka setelah tertembak peluru karet Polres Maluku Tengah.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut puluhan personel Brimob datang dengan senjata lengkap pada Selasa (7/12). Kedatangan mereka dipicu konflik suku Nualu Dusun Rohua dan Warga Tamilouw.
Kontras menyebut penembakan bukan sekadar tembakan peringatan, melainkan penembakan langsung ke bagian tubuh masyarakat. Mereka menilai tindakan kepolisian melanggar aturan hukum.
Berbagai kasus pelanggaran HAM itu juga dibarengi mangkraknya penyelesaian kasus HAM berat. Komnas HAM menyebut masih ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas.
Dua belas kasus pelanggaran HAM berat itu adalah peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982 1985; Talangsari 1989; Trikasti, semanggi I, dan II 1998 1999; Kerusuhan Mei 1998; Penghilangan paksa 1997-1998; Wasior 2001 Wamena 2003; Pembunuhan dukun santet 1998; Simpang KAA 1999; Jambu Keupok 2003; Rumah Geudong 1989-1998; dan Paniai.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211210134417-12-732492/janji-manis-jokowi-dan-setumpuk-pelanggaran-ham-oleh-negara
Penanganan kasus HAM, terutama pelanggaran HAM berat, hanya sekadar janji di tujuh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Belum ada kasus pelanggaran HAM berat yang dituntaskan negara.
Padahal, Jokowi pernah mencantumkan penyelesaian pelanggaran HAM berat dalam Nawacita. Selain itu, ia mengucap janji berulang untuk menuntaskan kasus-kasus itu, melindungi kebebasan berpendapat, hak beragama, dan hak mendapat rasa aman setiap Hari HAM Internasional.
Pada Hari HAM Internasional 2021, Jokowi kembali merapalkan janji-janji itu. Ia kembali mengucap janji untuk membereskan pelanggaran-pelanggaran HAM berat.
"Pemerintah berkomitmen menegakkan, menuntaskan, dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat," ucap Jokowi pada Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia Tahun 2021, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/12).
Ada sedikit perbedaan dalam peringatan tahun ini. Jokowi menyatakan akan menuntaskan tragedi Paniai, Papua, 2014. Dia berkata pihaknya akan memproses penyelesaian kasus tersebut.
Meski demikian, Kontras menilai HAM belum jadi prioritas pemerintahan Jokowi. Kontras juga menyebut HAM tak dijadikan pertimbangan utama dalam perumusan kebijakan.
"Semangat perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan HAM kerap kali harus dihadap-hadapkan dengan misi pertumbuhan ekonomi serta pembukaan keran investasi seluas-luasnya. Demi menjaga stabilitas politik dan pembangunan, nilai-nilai HAM pun ditiadakan," ucap Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Jumat (10/12).[cnnindonesia]