Bandara 'DIJUAL'
Tidak usah heran jika kalian menyimak berita, bandara-bandara di Indonesia itu 'dijual'.
Karena bukan apa-apa, perusahaan BUMN yang mengelola bandara-bandara ini tidak semuanya punya kinerja keuangan bagus.
Angkasa Pura I (AP I) misalnya. BUMN ini mengelola sekitar 15 bandara, Bali, Yogya, Surabaya, Lombok, Balikpapan, dll, dsbgnya. Maka mari buka laporan keuangan per semester 1/2021. Pakai data valid loh ini, Laporan Keuangan resmi, bukan asal ngoceh.
Perhatikan baik-baik. Tidak perlu lulusan akuntan terbaik untuk menganalisisnya.
1. Berapa revenue AP I semester 1/2021? Hanya 1,4 trilyun. Pandemi, itu alasannya. Yes. Biasanya per semester bisa dapatlah 4 trilyun. Setahun dapat 8 trilyun. Tapi karena pandemi, akhir 2021 ini mungkin mentok di 3 trilyun total pendapatan.
2. Berapa laba usaha AP I? Per semester 1/2021 tsb, rugi usaha 1 trilyun. Jika polanya sama, maka per 31 Desember 2021 nanti, bisa rugi usaha total 2 trilyun. Rugi total? 2 trilyun. Per 31 Desember bisa 3-4 trilyun. Pandemi. Lagi-lagi itu alasannya. Yes. Tanpa pandemi, cek laporan tahun 2019, itu masih laba 1 trilyun setahun, bottom line kira-kira 800 milyar.
3. Nah, yang jadi masalah adalah, per 2019, UTANG AP I itu cuma 18 trilyun. Masih masuk akal-lah perbandingannya. Laba 1 trilyun, utang 18 trilyun. Bisalah dicicil. Tapi! per Juni 2021 ini, berapa utang AP I? Meroket naik jadi 30 Trilyun. Dan teruuus meroket, karena namanya utang, bunganya siapa yang bayar? Jika perusahaan laba, bisa dibayar. Lah, perusahaan rugi. Beban bunga dkk AP I itu per tahun bisa 1 trilyun sendiri. Itu harus ditutup dengan utang lain. Ngeri, akhir 2021 dan atau tahun 2022 nanti angka ini entah jadi berapa, bisa jadi 35 trilyun.
Kenapa utang AP 1 ini menjulang naik? Simpel. Karena bangun bandara baru, Yogyakarta.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia itu, nyaris tidak ada yang B2B (swasta murni). Tapi pakai BUMN. Maka apa yang terjadi? Duit tidak ada, utang! Bisa dibayar sama AP I? Well, kalau mau terus-terang, dengan kinerja selama pandemi, dengan rugi total bisa 3-4 trilyun per tahun, beraaat. Bahkan saat penerbangan pulih, menutup utang pembangunan bandara baru itu tetap berat.
Maka, jika besok-besok kalian melihat Angkasa Pura (baik itu I atau II), melakukan jurus keuangan, entah itu 'menjual' bandara (pakai tanda kutip, konsesi, dll, harus cek detail 'jual' apa, tidak selalu jual betulan), itu sih tidak usah kuaget. Beban keuangan mereka tambah berat. Nah, jika jurus 'jual-menjual' sudah tak mempan, masih ada satu yang nyisa: minta APBN nalangin. Beres.
Selamat atas bandara-bandara baru, kayak Yogyakarta International Airport. Jangan lupa, besok-besok bisa bikin lagi bandara di dekat Yogya lainnya. Super Yogyakarta International Airport. Terus bikin lagi di timurnya, Super Duper Yogyakarta International Airport. Kita butuh banyak sekali bandara loh. Jangan cuma satu bikinnya. Yang banyak. Karena enak, tidak ada uangnya pinjam. Pun jika bandaranya suepi, simpel, minta APBN nalangin. Yang penting proyek jalan, duit ngocooor!
Sementara itu, saudaranya, Kertajati sedang bertapa dalam kesunyian dusta dan hipokrasi. Tenang, 2022, Kertajati akan jadi bandara paling ramai seluruh planet Bumi. Pun semoga Super Duper Yogyakarta International Airport. Yes.
(By Tere Liye)
*NB: Tere Liye adalah akuntan, lulusan cumlaude, terbaik FEUI saat wisuda Februari 2002 (saya punya 2 sertifikat ini); sengaja pamer, khusus buat yg bilang Tere Liye tdk paham apapun soal ekonomi, laporan keuangan, dll