[PORTAL-ISLAM.ID] Di sosial media viral lagu Kereta Api disenandungkan dengan "Irama Rost".
Karena seringnya kita dengar "Irama Rost" untuk membaca Al Qur'an, wajar masyarakat merasa itu bagian dari syariat Islam, tapi sebenarnya bukan.
Asal irama rost dari nyanyian di Iran kemudian dikembangkan oleh Qori-qori di Mesir.
Irama lagu seperti Rost, Bayati, Jiharkah dan lainnya dalam membaca Al Qur'an bukan bagian syariat, ia adalah bagian dari cara memperindah bacaan Al-Qur'an.
Bahkan "irama Rost" yang dipakai nyanyi Kereta Api sebagian Ulama justru mengharamkan digunakan untuk bacaan Al-Qur'an, umumnya hanya sebatas boleh asal tidak merusak tajwid.
Jadi, sekali lagi, irama-irama itu BUKAN SYARIAT ISLAM, dan mereka yang menggunakan untik menyanyikan lagu seperti Kereta Api boleh boleh saja.
Berikut penjelasan dari seorang pengajar tahsin Qur'an bersanad Ustadz Muhammad Laili Al-Fadhli:
ARAB TIDAK SELALU ISLAM
Masih ingat sebagian orang yang marah-marah saat melihat tulisan Arab yang ditulis pada sandal. Mereka pikir setiap tulisan Arab itu sakral, setara dengan Al-Qurân. Padahal tulisan di sandal itu hanya "kanan" dan "kiri" dalam bahasa Arab.
Beberapa waktu lalu juga pernah ada seseorang yang menegur kami, dia keheranan, katanya kenapa karpet yang saya gunakan untuk belajar di sini bermotif huruf hijâiyyah. Dia berpikir bahwa huruf hijâiyyah sakralnya sama dengan sakralnya Al-Qurân. Padahal huruf hijâiyyah itu hanya sekadar deretan alfabet dalam bahasa Arab.
Dalam grup yang saya kelola, salah seorang anggota juga ada yang bertanya, apakah menyanyikan lagu-lagu biasa dengan irama shalawat itu dapat menjadikan pelakunya murtad atau tidak. Dia mengira bahwa irama-irama tersebut adalah bagian dari syariat. Padahal, walaupun bershalawat merupakan sunnah, namun irama-irama itu hanya sekadar nyanyian Timur Tengah yang diadopsi untuk menyendandungkan shalawat, sama sekali tidak ada hubungan dengan syariat.
Sama saja apakah irama tersebut diisi dengan syair-syair shalawat, atau Syair "Balonku Ada Lima", tidak ada sama sekali hubungannya dengan penghinaan syariat, karena irama-irama tersebut lagi-lagi bukanlah bagian dari syariat, hanya nyanyian Timur Tengah biasa.
Demikian pula irama-irama lainnya yang kita kenal dengan maqâmât. Maka semua itu bukanlah bagian dari syariat, karena irama maqâmât hanyalah nyanyian Timur Tengah biasa, yang bisa diisi dengan apa saja. Irama tersebut bisa diisi dengan Syair, Shalawat, lagu anak-anak, atau ayat-ayat Al-Qurân.
Namun demikian, khusus berkaitan dengan memasukkan ayat-ayat Al-Qurân ke dalam irama maqâmât, para ulama berbeda pendapat. Sebagian di antara mereka menilai haram secara mutlak, sebagian lagi berpendapat makruh, sebagian lagi berpendapat boleh selama tidak merusak tajwid dan kandungan maknanya. Sudah pernah saya paparkan permasalahan ini sebelumnya.
Apa yang ingin disampaikan dalam status ini adalah bahwa semangat membela Islam dan syariatnya itu bagus, namun wajib di atas ilmu. Bukan hanya mengandalkan perasaan semata. Selain itu, yang penting untuk ditekankan adalah bahwa tidak semua yang berbau Arab pasti bagian dari syariat. Tidak semua yang ke-Timur Tengah-Timur Tengahan itu adalah Islam. Kita mesti membedakan mana Islam mana Timur Tengag. Mana syariat mana adat istiadat Arab.
Wallâhu a'lam.
(Muhammad Laili Al-Fadhli)
[Video]
Zulfikar Basyaiban Al-Idrisi
— Agus Susanto III (@cobeh2021) November 7, 2021
Ini Maksudnya Apa Sich pic.twitter.com/KZHYqhMg8J