[PORTAL-ISLAM.ID] Keberadaan Staf Khusus (Stafsus) Milenial Presiden kembali menjadi sorotan publik.
Sudah dua tahun sejak ditunjuk oleh Presiden Jokowi pada November 2019 lalu, keberadaan mereka dianggap tidak memberikan manfaat apapun kepada masyarakat dan hanya membebani keuangan negara melalui gaji yang diterimanya setiap bulan yang mencapai Rp51 juta/bulan.
Keberadaan stafsus milenial tersebut tak ubahnya hanya sekadar kosmetik.
"Dari sejak dilantik mereka hanya sekedar kosmetik," kata Fadli Zon di akun Twitternya, Minggu (31/10/2021).
Sebelumnya, Perwakilan Persaudaraan Aktivis dan Warga (Pandawa) Nusantara, Andi Wahyudin menilai, belum ada manfaat dari keberadaan Staf Khusus (Stafsus) Milenial Presiden saat ini.
Justru, menurut pria yang akrab disapa Wahyu itu, yang terdengar malah ada stafsus milenial melontarkan pernyataan kontroversial.
"Tidak ada kontribusi yang nyata dari stafsus milenial yang dirasakan kaum milenial, jadi lebih baik dibubarkan saja. Stafsus milenial ini nggak ada kontribusinya yang nyata, hanya menghabiskan anggaran," ujarnya dalam diskusi daring yang digelar Jakarta Journalist Center dengan tema 'Sumpah Pemuda 28 Oktober, Memasuki Revolusi 4.5', Jakarta, Sabtu, 30 Oktober 2021.
Generasi milenial, lanjut Wahyu, dapat dikatakan kurang mendapat ruang kreatifitas saat ini. Keberadaan Stafsus Milenial Presiden juga belum menunjukkan kinerja yang berarti.
Komentar serupa juga dilontarkan oleh pengamat komunikasi politik, Ari Junaedi.
Ia menilai peran para staf khusus milenial ini tak terlalu dirasakan oleh publik.
Stafsus milenial justru kerap memunculkan polemik dan malah menjadi beban presiden.
"Demi menjaga marwah istana dan public trust, sebaiknya seluruh staf khusus milenial mengundurkan diri saja atau Presiden Jokowi membubarkan saja staf khusus milenial yang odong-odong ini,” ujar Ari dikutip dari Tempo beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kehadiran Stafsus Milenial itu tak lebih dari etalase politik untuk menunjukkan bahwa Jokowi merupakan presiden milenial.
Pada saat dilantik pada November 2019 lalu, seperti diketahui sedikitnya ada tujuh orang stafsus milenial yang ditugaskan membantu Presiden Jokowi.
Mereka adalah Andi Taufan Garuda Putra (32 tahun) selaku CEO Amartha MicroFintech; Putri Indahsari Tanjung (23 tahun) selaku CEO Creativepreneur dan Chief Bussiness Officer Kreafi; Adamas Belva Syah Devara (29 tahun), CEO Ruangguru.
Selanjutnya Ayu Kartika Dewi (36 tahun) merupakan pendiri dan mentor lembaga Sabang Merauke; Gracia Billy Mambrasar (31 tahun) selaku CEO Kitong Bisa ; Angkie Yudistia (32 tahun) pendiri Thisable Enterprise; dan Aminuddin Maruf (33 tahun) mantan santri yang pernah menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016.
Belakangan, Andi Taufan Garuda menuai polemik karena melayangkan surat berkop Sekretariat Kabinet tertanggal 1 April 2020 kepada para camat untuk mendukung kerjasama program antara pemerintah dan PT Amartha Mikro Fintek terkait Relawan Desa Lawan Covid-19.
Andi dinilai memanfaatkan jabatannya melancarkan program kerjasama perusahaannya dengan pemerintah.
Andi sudah meminta maaf dan menarik kembali suratnya itu. Setelah itu, dia bergeming. Istana juga menyatakan telah menegur Andi atas perbuatannya.
Setelah Andi, Belva Devara juga menjadi sorotan karena Ruangguru menjadi mitra pemerintah dalam program pelatihan online kartu prakerja. Meski membantah adanya konflik kepentingan, Belva akhirnya memilih mundur dari jabatan Stafsus Jokowi.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 144 Tahun 2015 tentang besaran hak keuangan bagi Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Wakil Sekretaris Pribadi Presiden, Asisten, dan Pembantu Asisten, Staf Khusus Milenial juga mendapatkan hak bulanan sebesar Rp 51 juta. Gaji mereka setara dengan pejabat eselon I.(*)