[PORTAL-ISLAM.ID] Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah memberi tanggapan keras terkait dugaan pejabat ikut bermain bisnis tes PCR.
Mantan Wakil Ketua DPR ini menegaskan pejabat tidak boleh bisnis dalam kingkup kebijakannya.
"Mau untung atau mau rugi itu soal lain. Pejabat jangan berdagang di ruang kebijakannya. Itu intinya. #PahamGakLu?" kata Fahri di akun twitternya, Sabtu (6/11/2021).
Fahri menyebut saat ini etika pejabat negara sudah menurun.
"Standar etika pejabat negara menurun, tidak bisa membedakan mana negara mana pasar, mana pribadi mana publik dan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam jabatan," ujar Fahri.
Etika pejabat yang menurun ini diperparah lagi oleh para jubir.
"Jubir-jubir berkeliaran tanpa pengetahuan. Tambah runyam pengertian. Tidak paham mana institusi mana personal," lanjut Fahri.
Diketahui, dalam liputan majalah TEMPO yang heboh diduga dua menteri Jokowi, Menko Luhut dan Menteri BUMN Erick Thohir, ada kaitannya dengan bisnis PCR di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan dalam klarifikasi menyatakan tidak mengambil untung terkait itu.
Klarifikasi ini disampaikan Luhut melalui lewat akun Instagramnya, @luhut.pandjaitan. Luhut menegaskan tidak pernah mengambil keuntungan pribadi dari bisnis PCR yang dijalankan oleh PT GSI.
"Pertama, saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI)," kata Luhut seperti dilihat detikcom, Kamis (4/11/2021).
Luhut mengatakan tujuan GSI bukan mencari profit bagi para pemegang saham. Perusahaan tersebut, kata Luhut, merupakan perusahaan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship).
Sebelumnya, aktivis anti-korupsi Agustinus Edy Kristianto menyoroti konflik kepentingan ketika pejabat juga ikut terlibat dalam bisnis.
"Kita musti konsisten dan adil sejak dalam pikiran. ET (Erick Thohir) dan LBP keduanya adalah penyelenggara negara, menteri, tergabung dalam gugus tugas Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional atas dasar peraturan perundang-undangan, yang karenanya secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pembentukan seluruh kebijakan tentang Covid-19."
"GSI adalah PT, yang apapun argumennya tetap didirikan atas tujuan mencari laba, apapun istilahnya---mau itu kewirausahaan sosial atau apapun, terlepas dari pemegang sahamnya yayasan atau PT."
"Jangan tutupi fakta adanya relasi kekuasaan yang berpotensi konflik kepentingan. LBP adalah pendiri dan pemegang 10% saham TOBA sekaligus terlibat dalam pembentukan kebijakan Covid-19 dan PEN. ET adalah saudara Boy Thohir, Presiden Direktur ADRO sekaligus pemegang 6,1% saham. Boy juga Dewan Pembina dan Director in charge Yayasan Adaro Indonesia."
"Saya pikir, menyumbang, ya, menyumbang saja (apalagi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) itu sebetulnya merupakan hal yang diwajibkan oleh undang-undang bagi perusahaan pertambangan/sumber daya alam seperti Adaro dan Indika)."
"Mengapa tidak langsung saja yayasan-yayasan itu menyumbang tanpa perlu bersekutu modal dalam PT? Mengapa menyumbang memerlukan penerbitan surat utang Rp77,5 miliar melalui kendaraan PT GSI? Mengapa untuk menyumbang perlu mengajak penyelenggara negara membentuk PT yang sifatnya swasta tertutup? Apa yang Anda semua rencanakan?"
Demikian paparan yang disampaikan Agustinus Edy Kristianto dikutip dari tulisan di status facebooknya beberapa waktu lalu.
Mau untung atau mau rugi itu soal lain. Pejabat jangan berdagang di ruang kebijakannya. Itu intinya. #PahamGakLu ?
— #FahriHamzah2021 (@Fahrihamzah) November 6, 2021
Standar etika pejabat negara menurun, tidak bisa membedakan mana negara mana pasar, mana pribadi mana publik dan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam jabatan. Jubir2 berkeliaran tanpa pengetahuan. Tambah runyam pengertian tidak paham mana institusi mana personal. 😷🙁
— #FahriHamzah2021 (@Fahrihamzah) November 6, 2021