[PORTAL-ISLAM.ID] Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji mengusir 20 pihak perusahaan perkebunan sawit. Pasalnya, pihak pengusaha sawit tersebut tidak memberi sikap saat diminta membantu penanganan banjir.
Diketahui, sejumlah wilayah di Kalbar terdampak banjir, seperti Sintang, Kapuas Hulu, dan Sekadau. Banjir sudah terjadi lebih dari sepekan.
Di Sintang, dilaporkan ada 140 ribu lebih warga terdampak banjir.
Cerita pengusiran 20 pihak perusahaan perkebunan sawit diungkap Sutarmidji lewat akun Facebook-nya, Bang Midji.
"Kemarin saya undang 20-an perusahaan perkebunan sawit untuk membantu saudara kita yang terdampak banjir, tapi mereka enak aja jawab... 'Perusahaan mereka tidak di lokasi banjir, harus minta persetujuan atasan dan lain-lain', kesal saya ya saya usir aja," tulis Sutarmidji, Selasa (9/11/2021).
Sutarmidji menilai pihak perusahaan sawit tidak peduli terhadap masyarakat yang terdampak banjir. Dia menilai perkebunan sawit punya andil terhadap terjadinya banjir di Kalbar.
"Mereka ini tidak punya hati, sangat kurang peduli dengan masyarakat. Yang menderita mungkin akibat ulah mereka. Kalau mereka tidak peduli dengan masyarakat Kalbar, ya saya juga nggak peduli mereka ada atau tidak di Kalbar," ujarnya.
Dia mengatakan perusahaan sawit itu akan menyesal sendiri.
"Semoga ketidakpedulian mereka, akan membawa penyesalan yang panjang. Kita lihat aja. Insyaallah kita masih sanggup mengurus masyarakat kita," pungkasnya.
Deforestasi dan Tambang Penyebab Bencana Banjir
Gubernur Kalimantar Barat (Kalbar) Sutarmidji mengakui bahwa deforestasi dan pertambangan adalah penyebab bencana banjir yang menerjang beberapa wilayahnya belakangan ini, termasuk Sintang.
Sutarmidji membandingkan penyebab banjir itu dengan banjir tahun 1963. Menurutnya, ada perbedaan antara penyebab banjir saat ini dengan tahun tersebut. Ia berkata, banjir tahun 1963 dipicu oleh perubahan iklim bukan deforestasi. Sebab, saat itu aliran sungai dan serapan air masih terbilang bagus.
"Kalau sekarang ini lebih banyak karena deforestasi dan pertambangan tidak diikuti dengan menangani tempat pembuangan, aliran air dan sebagainya," kata Sutarmidji dalam wawancara di TV One, Selasa (9/11/2021), dikutip dari CNNIndonesia.
Sutarmidji menuturkan, hutan-hutan di Kalbar sudah habis lantaran Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) banyak diberikan kepada perusahaan. Sehingga, lahan konsesi lebih banyak dibanding dengan hutan yang ada.
Apalagi, kata Sutamidji, pemberian HTI itu dibarengi dengan manajemen dan pengawasan yang yang buruk. Ia mengungkapkan, banyak perusahaan yang menebang kayu sembarangan dan tidak bertanggung jawab.
"HTI itu kan diberikan harusnya dengan manajemen dalam memperlakukan lahan. Tapi yang dilakukan oleh pemegang konsesi HTI saat ini adalah kayu-kayu nya diambil semua, ditebang semua, iuran hasil hutannya tidak dia bayar kemudian lahan dia tinggalkan, dia tidak tanam lagi," paparnya.
Selain itu, konsesi untuk tambang juga ikut menyumbang bencana banjir. Sutarmidji menyebut pertambangan di Kalbar itu cukup besar besaran.
"Tambang diberikan konsesi untuk ekspor mentah tidak diolah. Bayangkan 49 juta ton setiap tahun. Kalau misalnya 5 tahun aja itu sudah berapa luas lahan di Kalbar yang turun," ujarnya.
Konsesi lahan itu kemudan banyak mengurangi lahan hutan atau deforestasi. Ia menyebut, akibat konsesi itu, resapan air pun turut berkurang. Imbasnya, ketika musim hujan tiba, air yang turun tidak dapat terserap.
"Hujan kan sudah tidak ada resapan lagi. Kayu kayu sudah tidak ada untuk penyimpanan air," ucapnya.
Sutarmidji mengklaim pihaknya ingin mencabut HTI tersebut. Namun, pihaknya tak punya wewenang untuk mencabut HTI tersebut. Sebab, HTI diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Terkait itu, ia mendesak KLHK agar semua HTI itu dicabut. Ia ingin, hutan hutan dikembalikan kepada warga.
"Penyebab hutan hutan habis itu adalah ya pemberiann konsesi hutan HTI. Itu yang harusnya dicabut semua, cabut semua kemudian kita penghutanan kembali. Dan serahkan ke masyarakat HTI itu. Negara [harusnya cukup] menyediakan bibit dan sebagainya," kata dia.
Sementara Bu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan malah ngomongnya gini...