Mereka sebenarnya tahu...
Kondisi kereta cepat Jakarta-Bandung itu simpel:
JEPANG:
1. Jaminan pemerintah. Haik, kami butuh pemelintah dukung ini ployek, aligato.
2. Nilai proyek 6,2 milyar dollar (86,8 trilyun)
3. Dikasih pinjaman tenor 40 tahun, bunga 0,5%
4. Studi kelayakan sudah dilakukan 3 tahun sebelumnya, menghabiskan 35 milyar duit Jepang sendiri.
5. Tidak ada klausul transfer teknologi
CHINA:
1. Jaminan tidak akan membebani pemerintah. Haiya, kami jamin, kowe kagak bakal pusing, ini b2b hloh.
2. Nilai proyek 5,5 milyar dollar (77 trilyun)
3. Dikasih pinjaman tenor 40 tahun, bunga 2%
4. Studi kelayakan, mbuh. Tiba2 datang, tiba2 nyalip.
5. Ada transfer teknologi, entahlah apa spesifiknya. Seolah bangun rel beginian insinyur Indonesia dianggap tdk mampu.
Kondisi 2021:
1. Proyek membengkak 8 milyar dollar (114 trilyun), pembangunan molor. Target selesai 2018. Mungkin gara2 study awal nggak jelas, jadilah baru nyadar, ada cacing kremi di tanah, ada sarang jangkrik di lintasan, budget membengkak.
2. Swasta yang membangun kondisi keuangannya hancur lebur. Bayar bunga selama konstruksi saja ngos-ngosan.
3. Stasiun sampai Padalarang (itu masih juauuh dari Bandung). Menuju Bandung, nanti nyambung kereta reguler. Haiyaaa, celdas banget owe. Semoga besok2 disambungkan ke Bandung, itupun di tegalluar.
Solusi:
1. Teruskan pembangunan, talangi pakai duit APBN
2. Biarkan saja mangkrak, toh ini kan b2b. Swasta gitu loh, nggak ada urusannya sama pemerintah
Implikasi Jika dibantu APBN:
1. Sekali APBN terbenam diproyek ini, maka lagi, lagi, dan lagi APBN akan dibenamkan. Nanti nyambungin Padalarang - Bandung, APBN. Tiba2 membengkak lagi, talangi lagi
2. Tiket penumpang nanti disubsidi juga sama APBN dong. Harus. Kudu. Kagak disubsidi, kan nanggung, bangunnya sudah ditalangi. Nanti uang APBN nggak balik, jadi tambah lagi duit di sana. Haiyaa, itu logika kok ajaib hloh.
Implikasi jika tidak dibantu:
1. Swasta yg bangun, bangkrut, dipailitkan
2. China invest, saham swasta lokal terdilusi, jika diijinkan 100% kereta ini bisa dimiliki China
3. Jika kita nolak china invest, karena kereta tdk bisa 100% milik asing, tuntut-menuntut pasti. Tapi ehem, namanya swasta, biarin saja toh. BUMN bangkrut saja biarin saja katanya. Tutup.
Fakta yang terlupakan:
1. Menhub Jonan dulu menolak proyek kereta cepat ini. Dia pakar kereta loh. Kamu kira pakar kereta itu kayak komisaris yang itu sekarang? Halu! Seharusnya Menhub dulu didengerin, bukan malah digeser
2. B2B itu bohong. Business to business, swasta. Karena pada kenyataannya, ini BUMN to BUMN, ternyata maksudnya B2B itu BUMN to BUMN. Ambyar. Di Indonesia itu, BUMN ambyar, talangi!
3. Proyek ini adalah pencitraan tingkat tinggi. Buat apa sih ada kereta cepat Jakarta-Bandung? Harusnya dulu bikin saja kereta cepat Jakarta-Depok dulu.
Terakhir: mereka sebenarnya tahuuu sekali semua poin-poin ini. Tapi memang, gengsi dan pencitraan itu bisa bikin buta logika. Lihatlah, Garuda sampai hari ini terus mau diselamatkan. Gengsi. Padahal negara-negara maju, sudah sejak jaman dulu tidak punya lagi maskapai nasional.
Kalau kamu nanya saya, maka simpel: silahkan China yang pusing di proyek kereta cepat ini. Toh duitnya dari mereka. Selesai. Mau mangkrak, mau apapun, woii, KADRUN, itu proyek swasta! B2B! Emang lu kira kayak Candi Hambalang apa?
(By Tere Liye, penulis novel 'Bedebah Di Ujung Tanduk')
*fb