Merebut Kekuasaan Ala Prabowo
Oleh: Azwar Siregar
Saya kadang bingung menjelaskan hal yang begitu sederhana kepada kawan-kawan.
Karena saking sederhananya, menurut saya memang tidak perlu penjelasan.
Ketika saya sampaikan disebuah tulisan, saya berterima kasih kepada Pak Prabowo tidak "melanjutkan" keributan dan sengketa hasil Pilpres 2019, karena berpotensi akan mengakibatkan lebih banyak Korban Jiwa, khususnya setelah saya melihat tanggapan dari "Kekuasaan" pada tragedi 21-22 Mei 2019.
Menurut Mbak Azizahnisa, Pembantaian terhadap rakyat oleh Kekuasaan tetap berlanjut. Dia memberikan bukti kasus KM 50 dan di Sulawesi.
Nah sampai disini, sebenarnya ngga ada masalah. Apa yang disampaikan oleh Mbak Azizah, ya memang benar. Sebuah kenyataan. Cuma saya jawab ini udah beda konteksnya.
Analoginya, saya sedang membicarakan tentang Buah Mangga. Misalnya saya bilang Mangga Muda itu asem. Mbak Azizah kemudian ngomong, kalau Jeruk Nipis juga asem. Iya benar. Tapi konteks yang sedang dibicarakan sudah berbeda.
Namanya emak-emak, ya saya maklumi.
Tapi saya kemudian memutuskan menjelaskan ini, karena datang Lae ku yang ganteng Tedi Sinadia III , berkomentar dengan nada menyindir "Pembantaian Tragedi 21-22 Mei dengan Tragedi KM 50, Rezimnya berbeda?".
Lha, kenapa kesannya saya malah dianggap seperti membela rezim sekarang ya?
Saya memang mendukung strategi yang dilakukan oleh Pak Prabowo. Karena menurut saya satu-satunya alasan kekalahan kita di Pilpres 2019 adalah karena faktor kecurangan.
Sementara kecurangan hanya bisa dilawan dengan Kekuasaan. Tapi karena kita tidak memiliki kekuatan atau kekuasaan dari dalam di Pilpres 2019, kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Jangankan cuma dicurangi suara, andai Pak Prabowo dan kita semua juga dibunuh pada 21-22 Mei 2019, saya meyakini Dunia tidak akan bersuara.
Karena mereka telah sukses membangun imej kalau Pak Prabowo didukung oleh Islam Garis Keras. Kata lain dari "teroris".
Anggap saja saya berlebihan. Tapi faktanya Dunia cuma diam dengan kasus KM 50. Sebuah kekejian yang tidak masuk di logika kemanusiaan semua orang waras.
Mau contoh yang lebih mudah?
Sampai sekarang nama Beliau yang dilarang disebutkan namanya di FB dan Ormas Beliau bahkan dimasukkan dalam daftar Orang dan Ormas terlarang di Database Facebook!
Hal sederhana begini saja kita tidak bisa berbuat apa-apa. Coba kita kompak membela beliau. Ayo saya tantang semua kawan-kawan menutup Akun Facebook! Saya akan ikut!
Labelisasi Islam Garis Keras secara sepihak yang menimpa sebagian Ulama kita, kita tidak mampu berbuat apa-apa. Apalagi mau melawan Kekuasaan secara langsung.
Kalau mau melihat contoh di Negara Lain, lihat saja bagaimana kisah Allahu Yarham Presiden Mursi. Beliau di Kudeta, Pengikutnya dibunuh dengan keji. Tapi Dunia diam saja. Karena Partai IM yang mendukung Presiden Mursi sukses digambarkan sebagai Kelompok Islam yang berbahaya.
Kembali ke masalah diatas. Masuknya Pak Prabowo di Rezim sekarang tidak mungkin bisa menghentikan terjadinya Kasus KM 50. Karena wewenangnya bukan di beliau.
Kecuali Pak Prabowo menjabat sebagai Presiden. Atau Wakil Presiden. Atau Menko Polhukam. Atau minimal Kapolri!
Jadi menurut saya sangat salah tempat kalau Pak Prabowo dikaitkan apalagi disalahkan dengan Tragedi Pembantaian KM 50.
"Bagaimana dengan Tragedi 21-22 Mei?"
Ya, kalau ini saya sepakat. Pak Prabowo ikut bertanggung jawab. Karena rakyat yang turun ke Jalan adalah Pendukungnya.
"Tapi apakah Pak Prabowo bersalah?"
Nah ini juga pertanyaan yang sering ditanyakan kesaya. Kalau anda yang bertanya bukan anti kepada Pak Prabowo, saya gampang menjelaskannya.
Tapi masalahnya kan kawan-kawan ingin Pak Prabowo disalahkan.
"Coba Pak Prabowo langsung menerima kekalahan. Tidak akan ada Korban berjatuhan" kurang lebih ini adalah narasi yang coba dibangun sebagian dari kawan-kawan.
Jadi saya buat contoh yang berbeda saja.
Ketika Perang mempertahankan kemerdekaan, ribuan rakyat dan Pejuang Mati dibunuh oleh Belanda. Tiba-tiba saja Bung Karno dan Bung Hatta menyepakati Perjanjian Renville.
Pertanyaan saya, apakah gugurnya banyak pejuang untuk mempertahankan Kemerdekaan adalah kesalahan Bung Karno dan Bung Hatta. Karena mereka yang memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia?
Coba Bung Karno dan Bung Hatta tidak membacakan Proklamasi Kemerdekaan. Kan tidak akan ada Pejuang yang gugur karena tidak akan ada Perang Mempertahankan Kemerdekaan?
Pertanyaan selanjutnya, Apakah Bung Karno dan Bung Hatta adalah Pengecut? Sudah banyak korban Pejuang berguguran, kok malah menyetujui perjanjian damai dengan Belanda?
Kalau saya menjawabnya, Bung Karno dan Bung Hatta terpaksa menyetujui Perjanjian Renville karena melihat stuasi dan kondisi yang terjadi. Mereka bukan Pengecut. Bukan juga tidak menghargai para Pejuang yang sudah berguguran.
Terus yang salah siapa?
Ya Belanda. Ngapain menjajah Negeri orang!
Nah dikasus 21-22 Mei 2019, yang salah siapa?
Ya Penguasa saat itu. Presiden, Kapolri, Menko Polhukam. Dan paling utama Aparat yang menembaki rakyat dengan peluru tajam!
Di Kasus KM 50 siapa yang bersalah?
Jawaban saya sama dengan diatas!
Note:
Saya anggap ini sudah clear. Tolong saya ngga perlu ditagging-tagging.
Kalau mau diskusi secara langsung, ya bagus juga. Datanglah ke Negara Sepatan. Pintu Rumah saya terbuka buat sahabat-sahabat semua 😁
(fb 06/11/2021)