Menguji “Fakta Hukum” Bisnis PCR Luhut dan Erick
Oleh: Mochamad Toha*
SETELAH sehari sebelumnya sempat ditolak, akhirnya Laporan Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Hal itu berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) bernomor B/5734/XI/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 16 November 2021.
Ketua Majelis ProDEM Iwan Sumule melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir dengan sangkaan melakukan perbuatan melawan hukum yakni berbuat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dengan sangkaan Pasal 5 angka 4 junto Pasal 21 dan 22 UU 28/1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKB.
Dengan diterimanya laporan terhadap Luhut dan Erick ini, Iwan Sumule mengapresiasi Polda Metro Jaya yang, menurutnya, sangat menerapkan equality before the law atau kesamaan di hadapan hukum.
“Kami sangat mengapresiasi Polda Metro Jaya karena telah memperlihatkan bahwa ada kesamaan kedudukan dalam hukum, di depan hukum antara Prodem dan juga bapak Luhut Binsar Pandjaitan,” tegas Iwan Sumule pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Selasa sore (16/11/2024).
Menurut Iwan Sumule, dugaan kolusi dan nepotisme ini didasarkan pada kenyataan bahwa PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) mendapat proyek Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dalam pandangan Iwan Sumule, Luhut mendapatkan proyek PCR tidak lepas dari adanya kepemilikan saham Luhut dan dugaan keterhubungan dengan Erick Thohir.
Apalagi perusahaan itu baru berdiri pada April 2020 atau tak lama setelah pandemi dinyatakan masuk Indonesia.
“Luhut sudah akui dia ada di perusahaan yang ada di bisnis PCR. Kami aktivis terluka, karena salah satu poin tuntutan reformasi adalah pemerintahan yang bersih dari KKN,” tutupnya.
Menurut Iwan Sumule, unsur KKN dalam praktik bisnis PCR dan swab antigen ini sudah memenuhi ketika Luhut mengakui dirinya memang memiliki saham pada PT GSI.
“Pak Luhut sudah mengakui, bahwa ia ada di dalam PT GSI yang mendapat proyek pengadaan PCR. Nah Artinya unsur yang memenuhi KKN itu sudah memenuhi dan jelas,” kata Iwan Sumule.
Disamping itu, lanjut Iwan, pihaknya terpaksa melaporkan kedua menteri Presiden Joko Widodo ini lantaran dianggap telah mengkhianati cita-cita perjuangan reformasi.
Iwan Sumule mengatakan, cita-cita perjuangan reformasi yang dianggap fundamental ialah menuntut agar penyelenggara negara yang bersih dan terbebas dari KKN.
“Makanya kami ke Polda. Kami melaporkan (Luhut dan Erick) soal KKN-nya yang juga merupakan tindakan pidana,” tegas Iwan Sumule.
Mungkinkah Diproses?
Pertanyaannya sekarang, mungkinkah Polda berani “melanjutkan” laporan Iwan Sumule ini hingga ke Kejaksaan dan Pengadilan? Jika melihat betapa kuatnya “pengaruh” Luhut selama ini, rasanya tidak mungkin!
Coba saja lihat reaksi Luhut beberapa waktu lalu saat dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) atas dugaan keterlibatannya dalam bisnis tes PCR.
Menanggapi adanya laporan tersebut, Luhut mengaku bahwa dirinya dan KPK justru tertawa melihat laporan tersebut. Ini karena Luhut membantah tegas bahwa dirinya terlibat dalam bisnis tes PCR dan meraup keuntungan dalam bisnis tersebut.
“Kita bersoal yang gak penting gitu, ada yang bilang lapor KPK, ya laporin aja wong KPK dan kami juga rapat di kantor, saya sama KPK ketawa-tawa, ya gak masuk akal aja,” kata Luhut, dikutip dari YouTube Deddy Corbuzier.
Ia juga mengaku sedih lantaran banyak orang yang justru dengan sengaja memanaskan suasana dengan menyebarkan fitnah keterlibatannya dalam bisnis tes PCR.
“Saya sedihnya juga kadang-kadang kita itu gak mendidik anak muda kita untuk berpikir jernih, senang buat gosip yang bikin keruh,” ujar Luhut. Ia juga menegaskan dirinya tidak pernah sama sekali menerima keuntungan dari bisnis tes PCR.
Ia bahkan mengaku bahwa sebagai seorang pejabat negara, ia tidak akan mengambil keuntungan diatas penderitaan rakyat.
“Saya juga gak habis pikir kalau saya sebagai pejabat negara mau ambil untung dari masalah kemanusiaan, perusahaan saya cukup bagus kok,” kata Luhut.
Menurutnya, uang pensiunan tentara dan pendapatannya sebagai seorang pengusaha sudah lebih dari cukup. Luhut menegaskan, ia tidak mungkin berani mengambil keuntungan pribadi di atas misi kemanusiaan.
“Cukup lah pensiunan tentara itu lebih dari cukup, cukup, gak perlu (ambil keuntungan), sangat tidak perlu,” tandasnya. Coba tengok data yang ada di KPK atas Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Luhut.
Ia menjadi salah satu pejabat yang harta kekayaannya meningkat selama pandemi Covid-19. Kekayaannya bertambah Rp 67.747.603.287. Dalam laporan pada 24 Maret 2021, total harta kekayaan Luhut mencapai Rp 745.188.108.997. Luar biasa, bukan? Luhut memang pejabat kaya!
Luhut juga menduga bahwa adanya kabar dirinya terlibat bisnis tes PCR ini sengaja ‘digoreng’ orang-orang tertentu yang berniat menjatuhkan dirinya.
“Saya mau bilang ini ada mungkin orang jahat hatinya, ada mungkin faktor politik, kecemburuan pada kelompok pemerintah keliatan sukses ya banyak faktornya,” ungkapnya.
Namun, tampaknya Prima tidak putus asa. Pada Rabu (17/11/2021), Prima kembali mendatangi KPK. Tujuannya untuk menagih soal perkembangan laporan kasus dugaan korupsi terkait bisnis tes usap PCR.
Wakil Ketua Prima Alif Kamal mengaku kedatangannya tidak membawa dokumen tambahan ke KPK. Ia hanya menagih hasil telaah maupun kajian yang dilakukan KPK terkait dugaan korupsi bisnis PCR.
“Enggak ada tambahan dokumen, kami hanya ingin menagih telaah awal seperti yang mereka janjikan kepada publik,” kata Alif Kamal di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/11/2021).
Alif menyebut, sebelumnya KPK juga telah menyampaikan pernyataannya akan menindaklanjuti bila ada laporan masyarakat terkait dugaan korupsi ini.
“Kemarin kan KPK juga kan sudah menyatakan sikap akan mengusut tuntas soal kasus PCR ini,” ucap Alif.
Alif menyebut menagih perkembangan terkait dugaan korupsi bisnis PCR ini, kata Alif, dilakukannya dengan mengirim surat ke bagian persuratan Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.
“Sudah diterima surat kami di bagian persuratan. Semoga tidak lama kami bisa melihat kejelasan soal dugaan bisnis pcr ini,” kata Alif.
Ketika menyampaikan surat, Alif juga mengaku tidak ada pihak KPK yang meminta untuk memberikan data apapun terkait laporannya itu. “Belum ada permintaan data atau segala macam,” imbuhnya
Alif menyebut salah satu alasanya membuat laporan lantaran banyaknya pemberitaan di sejumlah media terkait dugaan Luhut dan Erick berbisnis PCR.
“Kami ingin melaporkan desas desus di luar, ada dugaan beberapa menteri yang terkait dengan bisnis PCR terutama kalau yang sudah disebut banyak media itu adalah Menko Marves dan Menteri BUMN, Luhut dan Erick,” kata Alif, Kamis (4/11/2021).
KPK sendiri melalui Direktur Penyidikan KPK Setyo Budhianto menyebut laporan dalam bentuk surat yang dilampirkan oleh Prima kini tengah ditindaklanjuti di bagian Direktorat Pengaduan Masyarakat.
“Suratnya, berdasarkan pengecekan sudah diterima bagian persuratan tentunya ini akan melalui mekanisme dan akan diterima oleh direktorat dumas dan ditelaah,” beberapa waktu lalu.
Setyo pun menjelaskan proses penerimaan laporan dari setiap masyarakat. Salah satunya, dengan dilakukan telaah apakah laporan itu merupakan kewenangan KPK.
“Pertama penelaahannya tentu terkait kewenangan, apakah informasi itu atau laporan merupakan kewenangan KPK sesuai undang-undang KPK pasal 11. Itu dulu yang penting,” ucap Budhi.
Nah, seperti halnya laporan Iwan Sumule ke Polda Metro Jaya, kita tunggu saja buktinya di KPK.
*Penulis Wartawan FNN