[PORTAL-ISLAM.ID] Dilansir dari NZ Herald, ilmuwan kebingungan terhadap apa yang terjadi di Afrika. Ketua Kesehatan Global Universitas Columbia. Wafaa El-Sadr mengatakan Afrika tidak memiliki vaksin dan sumber daya untuk memerangi Covid-19 seperti yang dimiliki Eropa dan AS. "Tetapi entah bagaimana mereka tampaknya lebih baik," katanya.
***
Di pasar yang sibuk di kota miskin di pinggir Harare, Nyasha Ndou menyimpan masker di saku. Seperti Ndou, ratusan pembeli dan penjual berdesak-desakan tanpa masker.
Di sebagian besar kota di Zimbabwe, di benua Afrika, jumlah kasus virus Corona amat sedikit. Kehidupan kembali normal, demontsrasi politik digelar lagi, konser serta aktivitas sosial sudah kembali ramai.
"Covid-19 sudah berlalu, kapan terakhir kali Anda mendengar ada orang yang meninggal karena Covid-19?" kata Ndo. "Masker itu untuk melindungi kantong saya," selorohnya.
Dia mengatakan polisi akan mendenda setiap penduduk yang tak menggunakan masker. Itu sebabnya Ndo dan warga Zimbabwe tetap membawa masker meski tak menggunakannya. "Polisi akan mendenda jadi saya kehilangan uang jika tidak menggunakan masker."
Awal pekan ini, Zimbabwe mencatat hanya 33 kasus Covid-19 baru dan nol kematian. Begitu pula di negara Afrika lainnya. Data organisasi kesehatan dunia atau WHO menyatakan infeksi Covid-19 telah turun drastis sejak Juli.
Saat virus corona pertama kali muncul tahun lalu, pejabat kesehatan khawatir pandemi akan melanda Afrika dan menewaskan jutaan orang. Namun belum jelas berapa jumlah korban tewas akibat Corona.
Para ilmuwan menekankan bahwa sulit mendapatkan data Covid-19 yang akurat, terutama di negara-negara Afrika dengan pengawasan yang tidak merata. Ilmuwan juga memperingatkan bahwa tren penurunan virus corona dapat dengan mudah berbalik arah.
Dilansir dari NZ Herald, ilmuwan kebingungan terhadap apa yang terjadi di Afrika. Ketua Kesehatan Global Universitas Columbia. Wafaa El-Sadr mengatakan Afrika tidak memiliki vaksin dan sumber daya untuk memerangi Covid-19 seperti yang dimiliki Eropa dan AS. "Tetapi entah bagaimana mereka tampaknya lebih baik," katanya.
Kurang dari 6 persen penduduk di Afrika yang sudah divaksinasi. Selama berbulan-bulan, dalam laporannya WHO telah menggambarkan Afrika sebagai salah satu wilayah yang paling sedikit terkena dampak di dunia.
Beberapa peneliti mengatakan populasi di Afrika lebih muda dibandingkan di Eropa Barat. Selain itu tingkat urbanisasi lebih rendah dan kecenderungan untuk menghabiskan waktu di luar ruangan, mungkin menghindari efek virus yang lebih mematikan.
Beberapa penelitian sedang menyelidiki apakah mungkin ada penjelasan lain, termasuk alasan genetik atau infeksi masa lalu dengan penyakit parasit.
Pada Jumat, para peneliti yang bekerja di Uganda mengatakan pasien Covid-19 dengan tingkat paparan malaria yang tinggi lebih kecil kemungkinannya menderita penyakit parah atau kematian. Para ilmuwan membandingkannya dengan sedikit riwayat penyakit tersebut.
"Kami melihat pada orang dengan riwayat infeksi malaria dan ebola, hasilnya lebih banyak yang negatif," ujar Jane Achan, penasihat peneliti senior di Konsorsium Malaria dan salah satu penulis penelitian ini. "Kami sebenarnya cukup terkejut bahwa malaria mungkin memiliki efek perlindungan."
Menurut Achan, infeksi malaria di masa lalu kemungkinan dapat menumpulkan kecenderungan sistem kekebalan orang untuk menjadi overdrive ketika terinfeksi Covid-19. Penelitian ini dipresentasikan pada hari Jumat di pertemuan American Society of Tropical Medicine and Hygiene.