Fatwa MUI Tidak Mengikat?
Prof. Dr. Atho Mudzhar menjelaskan bahwa produk hukum Islam itu ada empat: Kitab Fikih, Fatwa, Putusan Pengadilan, Peraturan Perundang-undangan. Keempat produk pemikiran ini memiliki ciri khas tersendiri.
(1) Kitab Fikih itu ditujukan untuk merangkum hukum yang terdapat dalam syariat agar ummat lebih mudah memahami hukum syariat. Istilahnya, makanan sudah jadi, tinggal dimakan. Kitab fikih tidak dibuat untuk merespon suatu kasus tertentu sehingga relatif terlepas dari konteks masa hingga bisa lebih statis dan digunakan oleh lintas masa (meski tidak menutup adanya sejumlah respon kasuistik di dalam kitab fikih).
(2) Fatwa itu ditujukan untuk merespon pertanyaan dan kebutuhan mustafti (orang, lembaga atau masyarakat yang bertanya). Ia cenderung kasuistik karena menjawab kasus per-kasus, ia juga sangat terikat dengan konteks sehingga fatwanya bisa berubah jika konteksnya berubah.
Kitab fikih dan fatwa sifatnya tidak mengikat ("mengikat" dalam arti harus diikuti, harus dijalankan dan gak boleh ditinggalkan). Tidak ada aturan secara syar'i bahwa seorang muslim harus mengikuti (misalkan) mazhab Syafi'i dan meninggalkan mazhab lain atau harus mengikuti (misalkan) fatwa lajnah da'imah dan meninggalkan fatwa selainnya. Perbedaan pendapat dan perbedaan fatwa tidak bisa saling menggugurkan satu sama lain dan sama-sama bisa digunakan oleh mustafti tergantung kecenderungannya, sebagaimana dalam kaidah fiqh dinyatakan:
الاجتهاد لا ينقض بالاجتهاد (Ijtihad tidak bisa dianulir oleh ijtihad yang sejenisnya)
(3) Produk hukum lainnya adalah putusan pengadilan. Ia bersifat responsif, dinyatakan oleh seorang hakim terkait kasus yang dihadapkan kepadanya. Ia juga bersifat mengikat, khususnya bagi para pihak yang bersengketa.
(4) Produk hukum terakhir adalah peraturan perundang-undangan. Ia bersifat mengikat untuk masyarakat yang berada di bawah wilayah hukum tersebut.
👉Dalam beberapa kasus, fatwa (yang asalnya tidak mengikat) bisa bersifat mengikat jika dijadikan acuan oleh undang-undang, sebagaimana fatwa MUI khususnya fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI terkait ekonomi syariah diamanahkan oleh undang-undang dan peraturan BI dan OJK untuk menjadi acuan syariah dalam bidang ekonomi syariah. Sehingga dalam kasus ini, fatwa yang tadinya bersifat tidak mengikat menjadi mengikat karena diperkuat oleh undang-undang.
Jadi, tentang fatwa itu, baik fatwa MUI, putusan Bahtsul Masail, putusan Tarjih, putusan Dewan Hisbah, Fatwa Darul Ifta, Fatwa Lajnah Da'imah ataupun fatwa-fatwa personal itu sama-sama bersifat tidak mengikat kecuali jika dikuatkan dengan produk hukum lain yang sifatnya mengikat.
(Pak Dosen)