[PORTAL-ISLAM.ID] Koran TEMPO edisi Senin (29/11/2021) melaporkan bahwa BPK Temukan Potensi Kerugian Negara dalam Proyek Banggai Ammonia.
BPK menemukan indikasi kerugian negara dalam proyek pembangunan Pabrik Amonia Banggai atau Banggai Ammonia Plant yang digarap PT Rekayasa Industri. Kejanggalan ditemukan sejak awal perencanaan proyek.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara dalam proyek pembangunan Pabrik Amonia Banggai atau Banggai Ammonia Plant yang melibatkan PT Rekayasa Industri.
Kejanggalan sejatinya telah ditemukan sejak awal perencanaan proyek yang dianggap tidak memadai dan tidak memenuhi ketentuan tata kelola perusahaan atau good corporate governance.
Pabrik Amonia Banggai merupakan proyek kerja sama antara anak usaha PT Pupuk Indonesia tersebut dan PT Panca Amara Utama (PAU) selaku pemilik proyek yang diteken pada 2014 itu.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Pengendalian Biaya dan Manajemen Proyek Tahun 2016, 2017, dan 2018 pada PT Rekayasa Industri di Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Banten, dan Instansi Terkait, terdapat sejumlah temuan yang diungkap.
Pertama, eksekusi proposal dan negosiasi proyek tidak dilaksanakan secara memadai, di mana penunjukan Rekayasa Industri sebagai kontraktor proyek tidak dilakukan melalui proses tender. Dalam penyampaian negosiasi penawaran pun terdapat indikasi ketidakwajaran dalam pelaksanaan negosiasi harga.
Temuan kedua adalah pencairan performance bond atau jaminan performa yang diterbitkan untuk menjamin penyelesaian suatu proyek oleh kontraktor.
“Terdapat klausul yang memungkinkan PAU dapat mencairkan performance bond meskipun belum melalui kesepakatan dengan Rekayasa Industri, jika PAU menilai bahwa Rekayasa Industri terlambat dalam penyelesaian proyek,” demikian tertulis dalam laporan BPK tersebut.
Pada 2019, Rekayasa Industri menuduh PAU telah mencairkan performance bond secara sepihak senilai US$ 56 juta. Sebab, Rekayasa Industri dinilai wanprestasi lantaran penyelesaian proyek melebihi batas waktu yang disepakati. BPK menyatakan pencairan performance bond yang dilakukan PT PAU berpotensi merugikan Rekayasa Industri sehingga salah satu rekomendasi yang diterbitkan adalah melakukan langkah persuasif, terukur, dan responsif untuk mencari titik temu persoalan tersebut. Adapun PAU dan Rekayasa Industri sempat saling menggugat karena keterlambatan proyek tersebut. Namun PAU dan Rekayasa Industri sepakat berdamai pada 12 Agustus 2020.
Belakangan diketahui, PAU merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh PT Surya Esa Perkasa Tbk, di mana kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Garibaldi Thohir alias Boy Thohir, merupakan salah satu pemegang sahamnya. Tempo mencoba meminta konfirmasi mengenai hal ini kepada Boy Thohir. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada respons yang disampaikan.
Komisaris Independen Pupuk Indonesia 2015-2020, Yanuar Rizky, membenarkan adanya penarikan performance bond dari proyek yang selesai pada 2018 tersebut. "Itu hanya bisa dicairkan jika proyek gagal," kata dia.
Selain itu, Yanuar menyebutkan terdapat pula piutang retensi atau penahanan uang retensi sebesar US$ 50,78 juta.
Uang retensi adalah uang kontraktor yang ditahan pengguna jasa kontraktor untuk memastikan konstruksi benar-benar bisa digunakan. Rekayasa Industri merasa dirugikan karena hak pembayarannya tak dicairkan oleh PAU. “Lazimnya uang retensi pasti dibayar, apalagi proyek sudah jadi.”
Adapun masalah keuangan ini sempat mendorong Pupuk Indonesia menjual Rekayasa Industri kepada PT Pertamina (Persero) pada 2015. Yanuar menyatakan kedua perusahaan sudah sempat menghitung nilai aset, tapi harga yang ditawarkan Pertamina hanya separuh dari yang dihitung Pupuk Indonesia sehingga transaksi pun batal.
(Sumber: Koran TEMPO, 29-11-2021)