BURUH DICIPOA MK?
Oleh: Ahmad Khozinudin, SH (Advokat)
Pandai nian MK mengamankan kepentingan penguasa. Tepatnya, mengamankan kepentingan oligarki.
Dengan putusan yang memberikan tenggat waktu dua tahun, itu artinya tidak boleh ada demo buruh selama 2 tahun. UU cipta kerja, juga boleh terus diterapkan selama masa perbaikan.
Buruh ditipu, seolah-olah perkaranya dimenangkan. Padahal, cuma dicipoa.
Coba berfikir sejenak.
Katanya dibatalkan. Kok masih direvisi? katanya putusan MK final dan mengikat. Kok masih diperdebatkan lagi?
Yang menyedihkan, waktunya 2 tahun itu bisa digunakan oleh penguasa untuk menyusun strategi baru untuk mengelabui buruh. Digunakan untuk mengimplementasikan PP dan Permen yang sudah dibuat, dan tak bisa dihentikan buruh karena sudah diizinkan MK.
Putusan MK ini hanyalah bertujuan menganalisasi kemarahan buruh. Kalau langsung ditolak, khawatir masyarakat tidak percaya MK. Maka dibuat keputusan yang seolah-olah pro rakyat, padahal pro oligarki.
Itulah mengapa, pemerintah menyatakan taat putusan MK. Karena, isinya memang menguntungkan penguasa. Tidak ada satupun pasal yang dibatalkan oleh MK.
MK hanya menunda pelaksanaan aturan turunan, dengan tidak membatalkan apa yang sudah diberlakukan. Lalu apa hebatnya putusan MK?
Ah sudahlah, faktanya hukum di negeri ini sangat menjengkelkan. Mau dibahasakan sederhana, atau berputar-putar dengan kalimat "Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan"," tetap saja substansinya zalim, tidak berpihak kepada rakyat. MK bukan menjaga konstitusi melainkan menjaga kepentingan oligarki.
Dua tahun kedepan, tidak akan ada kritik terhadap UU cipta kerja. Kalau ada yang kritik, ada yang demo, penguasa dengan mudahnya mengatakan: BUKANKAH SUDAH DIPUTUSKAN OLEH MK?
Lalu penguasa tetap menjalankan UU cipta kerja. Kalau ada yang komplain, penguasa dengan mudahnya mengatakan: BUKANKAH SUDAH DIIZINKAN MK?
Nah Loh?
(*)