BISNIS PANDEMI
Oleh: Wendra Setiawan
Di awal-awal pandemi, ada beberapa orang yang mencoba memanfaatkan situasi dengan menimbun masker dalam jumlah besar, yang menyebabkan masker langka di pasaran. lalu mereka menjual kembali masker-masker dengan harga sangat tinggi saat masyarakat sangat membutuhkan.
Kita menyebut mereka 'orang-orang biadab' karena mencoba mencari keuntungan di tengah penderitaan orang banyak.
Lalu pantasnya kita sebut apa, pejabat-pejabat VVIP penentu kebijakan publik yang merekayasa aturan demi keuntungan pribadi dan sindikat mereka sendiri saat rakyatnya sedang menderita akibat pandemi?
Dengan kekuasaan yang mereka miliki, mereka 'memaksa' masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas publik untuk 'membeli' dagangan mereka dengan margin yang tidak masuk akal.
Keuntungannya tentu saja tidak masuk ke kas negara.
Apa yang dilakukan oleh para penimbun masker di atas tidak ada apa-apanya dengan kelakuan pepeng (pejabat-pengusaha) di atas.
Para penimbun masker itu tidak membuat aturan yang memaksa masyarakat membeli dagangan mereka. Dan juga tidak menghukum mereka yang tidak mau membeli produk-produk mereka. 'Orang-orang biadab' itu hanya memanfaatkan hukum 'supply and demand' dengan brutal dan tanpa empati.
Sebelumnya saya pikir pelaku koruptor bansos adalah puncak kebiadaban pejabat publik kita. Ternyata masih banyak yang lebih biadab.
Masyarakat dipaksa menjalani berbagai tes mahal agar bisa beraktifitas. Lalu bantuan sosial dari pajak yang kita bayar untuk membantu mereka yang kesulitan di masa pendemi mereka sunat tanpa perasaan.
Untungnya distribusi vaksin diawasi oleh WHO. Kalau tidak, itu barang mungkin dijual juga.
(fb)