Asy-Syahid Syeikh Fadi Abu Shukheidim
Bocah ini tumbuh dalam cengkeraman penjajahan. Para penjajah yang merampas tanah bahkan tenda pengungsian. Dan seringkali nyawa dan darah mereka tumpahkan semaunya.
Ia kemudian tumbuh beranjak dewasa, menyelesaikan S1 dan Magister Syariah, dan 'harusnya' beberapa jam lagi ia akan menyelesaikan doktoralnya. Beliau Syeikh Fadi Abu Shukheidim (42 tahun).
Namun, setiap orang punya mimpi yang berbeda, dan mimpi Syeikh Fadi Abu Shukheidim, pengajar di pelataran masjid al-Aqsa itu adalah sebuah mimpi yang luhur.
Kemarin, Ahad (21/11/2021), senapannya memuntahkan peluru yang merenggut nyawa seorang penjajah dan melukai dua lainnya. Sebelum Kemudian ia ikut syahid.
Sang ibu yang mendengar berita wafatnya sang anak mengomentari dengan gagah:
"Semoga Allah merahmati dan meridhoinya. Aku menunggunya hari ini untuk memperbarui pasporku untuk keperluan umrah. Dia adalah seorang dicintai, pemberani, punya ilmu dan integritas."
Putra Syeikh Fadi Abu Shukheidim dalam postingannya setelah mendapatkan berita gugurnya sang ayah menulis:
"Alhamdulillah beliau meraih kesyahidan.
Beliau syahid seperti keinginannya, semoga Allah merahmatimu wahai tambatan hati.
Bagiku engkau adalah segalanya.
Engkau hidup layaknya singa dan matipun seperti singa.
Segala puji bagi Allah, aku menjadi putra dari seorang syuhada."
Kisah seperti ini, andai terjadi 80 tahun lalu di negeri kita melawan penjajahan Belanda tentu kita tidak akan ragu-ragu menggelari orang semisal Syaikh Fadi Abu Shukheidim sebagai pahlawan.
Namun hari sudah berganti kawan. Para pahlawan tak jarang digelari sebagai teroris.
Barangkali sebagian orang di generasi kita juga telah lupa bahwa "penjajahan diatas dunia harus dihapuskan".
الله يرحمه رحمة واسعة
(Taufik M Yusuf Njong)