[PORTAL-ISLAM.ID] Sebelum dikuasai lagi Taliban dua bulan lalu. Afghanistan dikenal sangat korup. Bahkan lebih korup dari Kolobendo.
Coba anda bayangkan, di negara normal jika kita bayar listrik pasti karyawan perusahaan kelistrikan nasional sangat gembira. Perusahaannya dapat uang, karyawan digaji lancar. Keuntungan dan pajak mengalir.
Di Afghanistan tidak demikian, jika ada warga mau bayar listrik, pihak perusahaan kelistrikan justru senangnya 2 kali lipat. Karena proses transaksi bisa dipakai untuk ajang pemerasan dan pungutan liar. Yang tidak mau sedia amplop tambahan siap-siap dipersulit pembayarannya, resiko pemutusan sementara mengintai konsumen. Bayangkan, mau bayar pun perlu nyogok. Ini kayak anda makan di warung, pas mau bayar diminta uang rokok dulu supaya pembayaran diproses kasirnya. Edan.
Penegakan hukum jangan ditanya lagi. Di situ sarangnya korupsi dan pemerasan. Anda kehilangan sepeda, jika melapor ke polisi Afghanistan, bisa-bisa ladang yang hilang.
Disuplai Dollar selama 20 tahun tidak meningkatkan kemakmuran rakyat. Pendapatan per kapita cuma 500 dollar setahun. Dua kali lebih miskin dari Uganda.
Sebuah kondisi yang sangat menggelikan. Dan pemerintahan seperti itu mendapat pengakuan ratusan negara di dunia. Berbicara omong kosong di panggung internasional tentang negara Islam yang "moderat", "inklusif" dan "memerangi radikalisme". Padahal mau kabur ke luar negeri pun pakai bawa beberapa karung uang rakyat.
Kini Taliban kembali datang. Pedang dan parang tajam sudah diasah untuk memutus tangan kotor para maling dan koruptor berskala besar. (Pega Aji Sitama)