[PORTAL-ISLAM.ID] Lembaga riset Amerika Serikat, Aiddata, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penerima utang terselubung (hidden debt) terbesar dari China. Nilainya mencapai USD 34,38 miliar atau dengan kurs saat ini setara Rp 488,9 triliun.
Dalam laporan riset berjudul 'Banking on the Belt and Road: Insights from a new global dataset of 13,427 Chinese Development Projects' itu, Aiddata menjelaskan dana tersebut masuk melalui pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur. Termasuk investasi dalam skema Belt and Road Initiative (BRI).
Dari laporan setebal 166 halaman itu, disebutkan Indonesia menerima 71 proyek infrastruktur dalam skema BRI dengan nilai sebesar USD 20,3 miliar. Dari jumlah proyek infrastruktur, Indonesia merupakan negara penerima ketiga terbanyak di bawah Kamboja (82 proyek) dan Pakistan (71 proyek). Sedangkan dari nilai dananya, Indonesia ada di posisi kedua di bawah Pakistan (USD 27,3 miliar).
Ekonom Universitas Islam Indonesia (UII), Zulfikar Rakhmat, menilai pendanaan proyek-proyek dalam skema BRI (Belt and Road Initiative) sejatinya memang utang.
"Sebenarnya tuh kalau saya lihat memang sebenarnya dari awal itu utang yang ditutup rapi atau dibungkus dengan investasi. Sebenarnya itu utang," kata Direktur Institute for Global and Strategic Studies UII, kepada kumparan, Jumat (15/10/2021).
Doktor dari The University of Manchester itu, menjadikan implementasi BRI sebagai penelitian untuk disertasinya. Fokus penelitiannya saat itu soal proyek Belt and Road Initiative di Indonesia dan Timur Tengah.
Menurutnya, secara internal China menetapkan pembiayaan proyek-proyek BRI sebagai loan (pinjaman/utang).
"Dari awal, kalimat yang digunakan itu loan. Jadi saya enggak kaget dengan hasil riset Aiddata itu," ujarnya.
Risiko di Balik Utang Terselubung dari China
Utang terselubung dari China dihasilkan melalui skema bisnis dengan BUMN maupun perusahaan patungan dan swasta. Utang-utang tersebut memang tidak tercatat sebagai utang pemerintah dan bukan bagian dari utang yang dikelola pemerintah.
Utang terselubung China itu juga tak masuk dalam skema Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia. Adapun data ULN sepenuhnya bisa diakses publik di Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
Namun, utang yang dilakukan BUMN, special purpose vehicle (SPV), perusahaan patungan, dan swasta itu bisa juga menyeret pemerintah jika terjadi wanprestasi. Hal ini diakui oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo.
"Jika wanprestasi berisiko nyerempet pemerintah,” ujar Prastowo dalam dalam akun Twitternya @prastow, Jumat (15/10).
Terkait utang BUMN yang dijamin, Prastowo memastikan utang ini dianggap kewajiban kontinjensi pemerintah. Kewajiban kontinjensi tersebut ini juga tidak akan menjadi beban yang harus dibayarkan pemerintah, sepanjang mitigasi risiko default dijalankan.
Kewajiban kontinjensi memiliki batasan maksimal penjaminan oleh pemerintah. Batas maksimal pemberian penjaminan baru terhadap proyek infrastruktur yang diusulkan memperoleh jaminan pada 2020-2024 sebesar 6 persen terhadap PDB 2024.
Lalu apa kata ekonom senior Rizal Ramli?
Simak videonya: