Oleh: Agustinus Edy Kristianto
Surat terbuka Mendikbud Nadiem Makarim untuk Pak Sukardi, guru honorer di Lombok Tengah, viral tersebar. Beberapa kawan saya (aktivis, wartawan, akademisi dll) ikut menyebarkan di grup-grup percakapan.
Dalam surat 5 paragraf itu Nadiem menyebut Pak Sukardi adalah "Bapak Kos". Nadiem menginap semalam di situ dan bercerita haru tentang jalan hidup Pak Sukardi.
Nasib guru honorer (dan para pendidik pada umumnya) memang menyedihkan. Tapi seorang Mendikbud membuat surat terbuka yang mengharu-birukan semacam itu bukan solusi. Dia penyelenggara negara, eksekutif, tugasnya mengeksekusi kebijakan yang adil dan menyejahterakan.
Saya pemain media massa, tahu sedikit-banyak 'permainan' citra macam begini. Saya duga kuat itu pencitraan. Istilah "bapak kos" kemungkinan besar saran konsultan komunikasi.
Nadiem sama saja gila tampilnya dengan Menteri BUMN Erick Thohir yang hari ini dilansir sebagai keturunan Sultan Banten; Menteri Pariwisata merangkap CEO PT Pabrik Slogan Indonesia yang menelurkan "gercep, geber, gaspol" yang kemungkinan bakal dengan tidak tahu malunya maju lagi pada 2024.
Mereka satu kawanan dengan---kalau Anda ingat---keluarga Aburizal Bakrie yang mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi berita liburan Ical dengan Olivia Zaliyanti dan Marcella Zaliyanty ke Maladewa dengan bagi-bagi boneka beruang ke awak pers.
Semua itu rekayasa, pencitraan semata, strategi komunikasi dan sama sekali tidak menunjukkan kualitas tinggi seorang tokoh publik.
Sama saja dengan cara Presiden ketika kampanye dulu yang menggulung lengan kemeja, masuk gorong-gorong, dan hal-hal yang dicitrakan merakyat sejenisnya.
Pesan dari kelakuan macam itu semua sederhana: masyarakat masih dianggap sekawanan manusia tolol, mudah lupa, gampang memaafkan, kasih Rp50 ribu saat pemilu selesai persoalan.
Kembali ke Nadiem. Saya juga anak guru SD. Saya tahu dari kecil susahnya kehidupan seorang guru. Cari tambahan penghasilan, agunkan SK jabatan untuk pinjaman koperasi, mencicil sana-sini...
Lalu apa solusi kebijakan Anda untuk memutus itu semua? Slogan lagi-kah "Merdeka Belajar"?
Ekstrem saja saya katakan, Anda belum berbuat apa-apa untuk dunia pendidikan kita sampai detik ini. Anda ahli teknologi tapi selama kebijakan andalan Anda cuma bagi-bagi pulsa yang dibeli dari Telkomsel untuk belajar online, itu tidak istimewa. Kalau Anda ahli teknologi, pikir bagaimana caranya belajar daring tanpa pulsa, buat jaringan intranet nasional, atau apalah.
Yang juga jelas Anda lakukan adalah memberikan omset Rp700 miliar buat perusahaan laptop Zyrex dengan program satu siswa satu laptop. Apa istimewanya.
Bayar SPP via Gopay pun tidak istimewa, apalagi Anda masih pemegang saham Gojek dan Gopay. Anda dan perusahaan malah mendapatkan aset data baru pelanggan yang bisa Anda permak untuk kepentingan valuasi perusahaan ketika IPO.
Nadiem, lewat suratnya itu, tidak betul-betul menunjukkan rasanya ketidakadilan perlakuan antara kaya-miskin di Indonesia seperti kita-kita. Itu hanya gincu pemoles bibir.
Anggaran pendidikan 20% dari APBN (tahun 2021 sebesar Rp550 triliun) masih kalah jauh dengan total kekayaan 10 orang terkaya Indonesia yang saya tulis kemarin sebesar Rp966 triliun.
Hei, saudara menteri. Kesenjangan ekonomi memengaruhi masa depan anak-anak dan keturunan. Anak-anak dari keluarga miskin tidak punya kesempatan sama seperti keluarga Anda dan konglomerat lainnya untuk mengakses pendidikan yang layak.
Pikirkan hal yang konkret-konkret saja. Berapa rasio anggaran pendidikan yang layak dibandingkan dengan kekayaan total para taipan? Berapa rasio gaji guru yang pantas dibandingkan dengan agen-agen venture capital start-up? Berapa rasio beasiswa anak-anak keluarga miskin untuk kuliah sampai ke Harvard dibandingkan dengan yang dihabiskan putra-putri keluarga taipan di gerai-gerai fesyen internasional?
Berapa?
Kalau Anda duduk sebagai pejabat cum pemegang saham Gojek lalu cuma berkoar tentang betapa Anda cinta tayangan Netflix, berfoto sambil makan mie, dan mengurusi renovasi ruang kerja Anda, lebih baik tahu diri lah.
Menyatakan malu, lalu mundur!
Salam.
(12/10/2021)