Oleh: Furqan Jurdi*
DULU di kampung saya, tepatnya di Kabupaten Bima, seorang pemuda sudah memegang parang di tangan, saya tidak tahu persis tahun berapa, kira-kira kejadian itu terjadi sekitar 2004 atau 2005.
Sekitar 30 meter dari pemuda itu, berdiri juga seorang pemuda dengan parang. Mereka saling menghina dengan cacian dan umpatan. Sementara ada banyak kerumunan orang yang melihat perkelahian itu. Sebagian yang berani melerainya.
Tiba-tiba pemuda yang berdiri sekitar 30 meter itu berteriak "anak PKI". Teriakan itu membakar kemarahan lawannya, ia bahkan mengibas parangnya ditengah kerumunan orang-orang.
Umpatan itu adalah umpatan "paripurna". Tidak ada lagi umpatan yang paling hina di mata orang kampung kecuali dipanggil "anak PKI". Itulah hukuman sosial yang berlaku bagi pemberontak dan pembunuh.
Pemuda itu bukan PKI, bukan anak PKI atau cucu seorang PKI, tapi ia merasa terhina ketika dibilang anak PKI.
Begitu hinanya menjadi seorang PKI maupun anak atau cucu PKI. Bisa membuat seorang akan menebas siapa pun dengan umpatan itu.
Apa dosa PKI ia pantas dihina-dinakan sedemikian rupa? Bukankah Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai yang pernah menjadi salah satu pemenang pada pemilu tahun 1955 itu?
Kita tahu PKI dapat disebut juga sebagai "Partai Kudeta Indonesia". Di Madiun tahun 1948 di bawah pimpinan Muso, seorang komunis tua, mereka melakukan kudeta, memberontak pada republik dan membunuh banyak orang. Ulama dan tokoh-tokoh Islam dibantai secara beringas oleh PKI.
Tahun 1965 pemberontakan berdarah terulang kembali, dimana PKI menculik 6 jenderal dan 1 perwira untuk dibantai dan dibuang ke lubang buaya. Duka bangsa kembali menyayat hati.
Kengerian seputar pembantaian dan pembunuhan yang dimulai dari kudeta seperti itu telah berlangsung dua kali dan dalangnya semua adalah PKI.
Tetapi pasca pemberontakan dan kudeta kedua, PKI menjadi partai terlarang. TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI. Selain itu, TAP MPRS yang sama juga melarang penyebaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme
Sementara para ulama pada tahun 1957 bersepakat bahwa komunisme adalah haram.
Muktamar Ulama se-Indonesia tanggal 8-11 September 1957 di Palembang, para ulama memutuskan ideologi/ajaran komunisme adalah kufur hukumnya, dan haram bagi umat Islam menganutnya, dan bagi siapa yang menganut ajaran komunisme maka ia kafir.
Dengan ketetapan MPRS 1966 itu, PKI adalah organisasi terlarang, dan siapa yang yang menganut ajaran marxis dan leninisme dilarang.
Dari fatwa ulama 1957 kita dapat menarik kesimpulan bahwa Komunisme adalah haram, dan siapa yang menganutnya dikategorikan sebagai kafir. Jadi bagi umat Islam komunisme adalah kafir.
Berdasarkan dua pandangan hukum itu, baik TAP MPRS sebagai dasar hukum dilarangnya PKI di republik Indonesia, maupun Fatwa Ulama sebagai hukum syariat bagi Internal umat Islam, PKI, maupun komunisme, marxisme dan leninisme adalah dilarang dan haram.
Mungkin dari perspektif inilah kata "Anak PKI" menjadi cacian yang sangat hina bagi seseorang. Begitu pula bagi orang kampung yang saya ceritakan di atas.
Lalu apa yang ingin dibanggakan menjadi "Anak PKI"?
*(Ketua Pemuda Madani)