Oleh: Naniek S Deyang
26 Tahun lalu, saat kami masih pedekate Mr Su yang beragama non muslim, cerita bahwa dia selalu mendengar adzan dari mulai kuliah di Yogya maupun di rumahnya di Banjarnegara, padahal kos-kosannya di Yogya atau rumahnya tidak dekat Masjid.
Lalu saya nyeletuk, jangan-jangan itu panggilan Allah untuk masuk Islam. Dia terhenyak dan sebulan berikutnya dia menelpon saya mengabari, bahwa dia baru dari sebuah Masjid diantar kerabatnya untuk menemui Ustadz yang menuntunnya mengucapkan kalimat SYAHADAT.
Jatuh air mata saya mendengarnya, apalagi dia bilang agar selalu diingatkan untuk shalat dll.
Siapa sangka dalam beragama Islam sebagai mualaf ia menyalip saya, setelah masuk Islam tiada hari tanpa belajar agama, dan membaca ayat-ayat Alqur'an dan juga bacaan shalat baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Bahkan setelah menikah, dia terpanggil duluan untuk berhaji dari pada saya.
Semalam dia terlihat sedih saat membaca berita seorang adik tokoh besar akan keluar Islam dan menjalani ritual untuk masuk agama Hindu.
Dia bilang gak mempersoalkan orang pindah agama, tetapi mengapa ritual untuk pindah itu diupacarakan dan mengundang banyak orang termasuk pejabat? "Bukankah pilihan beragama itu bersifat pribadi?" ujarnya.
(*fb)