Memuji Presiden itu sah sah saja. Selama by data by fact.
Memuji orang lain memang harus jika memang layak dipuji. Kita harus fair dan jangan sulit memuji orang lain.
Tapi dalam konteks pujian Prof Kishore Mahbubani yang mengatakan pak Jokowi jenius adalah sangat subjektif.
Pertama, dia akademisi dan peneliti yang berafiliasi kepada salah satu partai politik pendukung pemerintah. Tentu ini tidak fair.
Kedua, variabel yang dipakai profesor ini untuk mengatakan Jokowi jenius adalah penuh emosi dan tidak berdasarkan data yang akurat. Ini terkesan hanya memakai like dan dislike.
Ketiga, Kishore Mahbubani tidak paham benar dengan kondisi Indonesia dibawah Jokowi 7 tahun terakhir. Pujian ini adalah pujian politis bukan analisa akademis.
Saya banyak membaca tulisan Prof Kishore Mahbubani dalam banyak isu-isu dunia. Dan saya banyak sepakat dengan analisa-analisa dia.
Tapi soal menyebut Jokowi jenius dan terkait posisinya di salah satu partai politik pendukung pemerintah adalah sangat meleset dan analisanya sangat mengandalkan emosional bukan data yang fair.
Banyak peneliti lain di dunia menyebut pak Jokowi dibawah standar. Pemimpin lemah, tidak cakap, dan terlalu boneka. Saya lebih sepakat dengan penelitian para akademisi tadi yang fair dan tidak terkait dengan partai pendukung pemerintah.
Untuk negara besar seperti Indonesia yang demokrasinya sedang tumbuh, maka kapasitas pak Jokowi jauh dibawah standar yang dibutuhkan untuk mendorong Indonesia lebih maju lagi.
(By Tengku Zulkifli Usman)