[PORTAL-ISLAM.ID] Sudah 19 bulan berlalu, keberadaan Harun Masiku masih menjadi teka-teki. Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menjadi buron karena lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK ini menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 850 juta. Tujuannya agar ia lolos menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU.
Masiku merupakan saksi kunci penting. Dia menyimpan dugaan keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang disebut, menerima laporan perjalanan duit suap Masiku sebesar Rp 900 juta dari anak buahnya, Saeful Bahri. Begitu juga kader PDIP Donny Tri Istiqomah, yang diduga terlibat dalam kasus Masiku ini.
Pada 8 Januari 2020, KPK akhirnya menangkap Wahyu Setiawan. Dikutip dari beberapa sumber, setelah KPK berhasil menciduk Wahyu, Hasto diduga bersama Masiku. Hasto juga diduga menyuruh Masiku mencemplungkan telepon selulernya ke dalam air.
Saat persidangan pemeriksaan terdakwa pada Kamis, 30 April 2020, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, jaksa penuntut umum KPK menunjukkan barang bukti berupa percakapan pada aplikasi WhatsApp antara Saeful dan Hasto mengenai uang pemulus dari Masiku. “Ok sip,” jawab Hasto kepada Saeful atas laporan yang diterimanya.
Hasto berdalih tidak ingat percakapan tersebut. Dia bilang tidak tahu uang yang diterima oleh anak buahnya untuk menyuap Wahyu. “Ketika ada WA dari Saudara Terdakwa, saya hanya menjawab 'ok sip'. Artinya, saya membaca, tapi saya tidak menaruh atensi terkait hal tersebut," katanya.
Dalam putusan Mahkamah Agung, majelis hakim memutuskan Masiku, Saeful, Agustiani Tio Fridelina Sitorus, dan Wahyu terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Wahyu dibui 7 tahun penjara, Saeful divonis 7 tahun 8 bulan penjara, dan Agustiani diputus 4 tahun hukuman penjara.
Terjeratnya empat kader PDIP tersebut membuat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dan Hasto membentuk tim hukum khusus. Mereka langsung mendatangi anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho. Poin yang mereka sampaikan ialah menuding KPK melanggar hukum karena menggeledah kantor DPP PDIP dan menyebar kabar keberadaan Masiku serta Hasto di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Koordinator tim hukum khusus itu, I Wayan Sudiarta, merasa partainya telah disudutkan. Sehari selang mendatangi KPK, mereka pun mendatangi Dewan Pers dan meminta media tetap menerapkan kode etik jurnalistik. Mereka mengancam akan melapor ke polisi jika menemukan unsur pidana dalam pemberitaan.
Masih pada hari yang sama, tim hukum itu juga menyambangi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Mereka melaporkan rusaknya citra PDIP karena pemberitaan media massa. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, surutnya isu Masiku juga menenggelamkan upaya manuver tim hukum PDIP.
Menjadi pertanyaan besar mengapa PDIP berkeras ingin memperjuangkan Harun Masiku, yang keanggotaannya masih seumur jagung. Kiprah Masiku di kalangan internal PDIP pun tidak cemerlang. Anggota PDIP Ahmad Basarah mengatakan alasannya adalah rahasia dapur. “Yang mengatur adalah Sekjen Partai,” ujarnya.
Sedangkan Hasto mengklaim partainya mendukung Masiku karena kepribadiannya yang bersih. "Dia (Harun Masiku) sosok bersih dan dalam upaya pembinaan hukum juga selama ini cukup baik track record-nya," ujar Hasto saat sedang geladi resik Rakernas I PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2020.
Baru setahun resmi bergabung dengan PDIP, Masiku sudah membuat gaduh kalangan internal partai. Ketua Dewan Kehormatan PDIP Komarudin Watubun mengungkapkan Masiku baru bergabung dengan PDI Perjuangan menjelang Pemilu 2019. Pada tahun yang sama, ia maju sebagai calon anggota legislatif PDIP nomor 6 Dapil I, yang meliputi Kota Palembang, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Kota Lubuklinggau.
Karier politik Masiku tidak terlalu moncer. Pemilu pertamanya sebagai anggota partai banteng bermoncong putih tersebut berujung kekalahan. Dikutip dari laman resmi KPU, Masiku berada di peringkat ke-6 dari delapan caleg yang dijagokan PDIP. Hasil rekapitulasi, Masiku mengantongi 5.878 suara.
Sebelum hijrah ke partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu, Masiku tercatat aktif sebagai anggota Partai Demokrat. Saat Pemilihan Presiden 2009, lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu menjadi anggota tim sukses kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono wilayah Sulawesi Tengah.
Pada 2011, Masiku menjadi tenaga ahli Komisi III DPR, yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan. Maklum, sebelum berkecimpung di dunia politik, Masiku memang sempat berprofesi sebagai pengacara di beberapa tempat. Lalu ia pertama kali mencoba peruntungannya menjadi penghuni Senayan melalui daerah pemilihan Sulawesi Selatan III pada Pemilihan Umum 2014.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Sulawesi Selatan Ni’matullah mengatakan, pada Pemilu 2014, Masiku sempat bertandang ke kantor Sekretariat DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan. Pria 49 tahun itu meninggalkan kesan buruk.
“Dia (Harun Masiku) ke saya, jual nama-nama orang penting yang dekat sama dia. Supaya dibantuin untuk kampanye. Itu saja kerjanya dia, menekan orang-orang dari koneksi yang dia punya,” ujarnya kepada detikX.
Masiku pun kemudian dihadapkan pada kekalahan telaknya. Dia menduduki perolehan suara ke-6 dari total 7 caleg Dapil Sulawesi Selatan. Masiku gagal di Partai Demokrat dan memutuskan pindah ke PDIP untuk melanjutkan ambisi politiknya.
Hingga saat ini, status Masiku masih menjadi buron. Teka-teki keberadaan Masiku belum terpecahkan meski red notice sudah diterbitkan oleh 194 negara anggota National Central Bureau (NCB) Interpol.
"Sudah beberapa negara merespons permintaan kami dan menyatakan bahwa subjek (Harun Masiku) belum ditemukan dalam data perlintasan di negara mereka," ujar Sekretaris NCB Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Polri Brigjen Amur Chandra Juli Buana.
(Sumber: Detik)