Jokowi bukan pemimpin jenius tapi pemimpin lemah. Ia tak bisa mencegah kemauan Luhut Binsar Panjaitan dan Megawati menduduki jabatan-jabatan strategis di negeri ini.
Megawati kini duduk sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan juga Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional. Sampai saat ini masyarakat belum melihat ide-ide cemerlang Megawati sebagai orang nomer satu di dua lembaga itu.
Luhut Panjaitan kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Wakil Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Koordinator PPKM Jawa-Bali, Ketua Dewan Pengarah Tim Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, dan Ketua Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).
Hutang budi Jokowi kepada Megawati dan Luhut nampaknya menjadikan Jokowi menuruti 'hampir semua kemauan' keduanya. Megawati bahkan mengeluarkan kata-kata yang 'merendahkan Jokowi' ketika mengatakan bahwa ia adalah petugas partai. Sedangkan Luhut kini bertindak seperti perdana menteri yang punya kekuatan 'powerfull' di negeri ini. Luhutlah yang membawa Jokowi dari Solo ke Jakarta. Hutang budi yang besar dari Luhut ke Jokowi itu, menjadikan ia selalu 'yes man' semua kemauan Luhut.
Prof Jeffrey Winters dari Northwestern Universityp mengatakan, “Presiden Jokowi terlemah sejak masa Gus Dur”. Kesalahan utama Jokowi menurutnya, karena terlalu cepat menjadi presiden. Dari seorang Walikota pada kota kecil di Solo lalu tiba-tiba memimpin negara besar seperti Indonesia.
Kelemahan kepemimpinan Jokowi juga bisa dinilai dari ketakutannya terhadap ketokohan Habib Rizieq dan pembubaran ormas-ormas Islam. Presiden takut kalau Habib dapat 'mengerahkan kembali massa 212' sehingga istana dapat goyah. Ketakutan yang berlebihan ini menyebabkan Habib dipenjara tanpa kesalahan yang berarti.
Seorang pemimpin yang kuat, seharusnya tidak takut terhadap lawan politiknya. Ia selalu mempunyai akal yang kreatif menaklukkan lawannya tanpa melanggar hukum.
Prof Kishore Mahbubani dari National University of Singapore yang menjuluki Jokowi sebagai pemimpin yang jenius, kini 'ditertawakan' banyak fihak. Sebab rakyat Indonesia yang mayoritas umat Islam, hari ini banyak yang kecewa. Wajar saja Mahbubani puji setinggi langit Jokowi, sebab ia adalah anggota Dewan Penasihat Golkar Institute.
Greg Fealy, profesor dari Australian National University terang-terangan menuding Presiden Jokowi anti Islam. Ia mengevaluasi pemerintahan Presiden Jokowi dalam empat tahun ke belakang. Greg dikenal sebagai pengamat politik Indonesia yang mumpuni.
Tulisan kritis Greg ini dimuat di situs East Asia Forum pada 27 September 2020. Artikel ini diambil dari makalah terbarunya berjudul, ‘Jokowi in the COVID-19 Era: Repressive Pluralism, Dynasticism and Over-Bearing State’.
“Selama empat tahun terakhir, pemerintah Presiden Indonesia Joko ‘Jokowi’ Widodo telah melakukan kampanye penindasan terpadu dan sistematis terhadap kaum Islamis. Ini mungkin kabar baik bagi mitra barat Indonesia, terutama Australia, di mana survei-survei berulang kali menunjukkan bahwa banyak orang takut akan meningkatnya konservatisme dan militansi Islam Indonesia,” tulis Greg dalam makalahnya.
Greg menyatakan Australia dan negara lain harusnya prihatin terhadap kebijakan Jokowi yang anti-Islamis ini. “Karena hal itu mengikis hak asasi manusia, merusak nilai-nilai demokrasi, dan dapat menyebabkan reaksi radikal terhadap apa yang dilihat sebagai antipati negara berkembang terhadap Islam,” tulis Greg.
Wallahu azizun hakim.
Oleh: Nuim Hidayat
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok (2012-2021)