Kritikan Keras soal PCR: Diatur Negara, Dibayar Rakyat, Dinikmati Swasta
Kebijakan tes PCR mengundang berbagai kritikan salah satunya dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu. Dia menilai, PCR masuk dalam kategori kebutuhan publik karena berhubungan dengan penyebaran virus saat seseorang menggunakan fasilitas publik contohnya pesawat terbang.
Pemerintah seharusnya hadir dalam memenuhi kebutuhan PCR tersebut.
"PCR ini sebenarnya banyak sekali pelanggaran yang terjadi dalam kebijakan. Saya tidak bicara tentang harga. Pertama bahwa menyerahkan kepentingan publik untuk dibayar rakyat lewat regulasi dan dinikmati oleh swasta," ujarnya dalam webinar virtual bertajuk 'Bisnis Dibalik Pandemi', dilansir detikcom, Sabtu (30/10/2021).
Jika kondisi ini dibiarkan maka menimbulkan permainan bisnis yang memanfaatkan kebijakan negara terhadap rakyatnya
"Kalau ini kita biarkan, saya takutnya ada muncul bisnis lain di kemudian hari. Maksudnya kepentingan publik dibisniskan padahal itu tugas negara, apalagi saat ini masih pandemi yang pemerintah masih bebas menggunakan apapun karena masih darurat," sambungnya.
Oleh sebab itu menurut Said Didu Tes PCR sebagai kepentingan publik harus dikembalikan kepada negara, tidak boleh ada kepentingan publik yang diserahkan pembiayaannya ke rakyat. Sebab, rakyat sudah membayar pajak.
Di sisi lain, kata Said Didu, jika APBN tidak dapat menutup biaya PCR tersebut minimal uang yang dikeluarkan rakyat masuk dalam pendapatan negara bukan swasta.
"Kenapa rakyat yang membayar kepentingan publik? Kalau tidak ada APBN untuk biaya itu minimal rakyat membayar dan masuk ke negara, jangan masuk ke swasta. Kalau ada untungnya ya tidak apa-apa itu harus menjadi pendapatan negara bukan swasta," pungkasnya.
(Detik)