[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA – Badan Legislasi DPR RI berencana berkunjung ke Brasil dan Ekuador. Kunjungan itu disebut-sebut sebagai fungsi diplomasi parlemen untuk memperkuat pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU PKS) —sebelumnya disebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Ketua Panitia Kerja RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Willy Aditya, enggan berkomentar ihwal rencana kunjungan ke dua negara itu. Dia hanya mau mengomentari perkembangan terbaru pembahasan aturan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Willy optimistis rancangan tersebut bisa segera disahkan pada tahun ini. Penyusunan rancangan oleh panitia kerja, kata dia, secara prinsip sudah tidak ada masalah. Panitia kerja juga sudah mendengarkan sejumlah masukan dari kelompok difabel dan penyedia layanan bagi korban kekerasan seksual. “Insya Allah pembahasan RUU ini bisa selesai pada tahun ini,” ujar dia.
Willy mengatakan Badan Legislasi pada awal September lalu menargetkan pengesahan aturan tersebut tuntas pada 22 Desember sekaligus menjadi kado peringatan Hari Ibu. Ia menjelaskan, target ini berangkat dari momentum adanya draf baru yang telah dipaparkan tim ahli Badan Legislasi.
Sejumlah perubahan muncul dalam draf baru dibanding draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sempat diusulkan DPR periode 2014-2019 dan dibahas di Komisi VIII yang membidangi masalah sosial. Misalnya, tim ahli Badan Legislasi mengusulkan perubahan judul dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Definisi dan jenis kekerasan seksual pun berkurang dari sembilan menjadi empat jenis.
Kunjungan ke Brasil dan Ekuador
Ihwal rencana kunjungan Badan Legislasi ke Brasil dan Ekuador terungkap dari surat yang beredar di media sosial. Surat itu tertanggal 29 September 2021 yang diteken Kepala Bagian Sekretariat Badan Legislasi DPR Widiharto dan ditujukan kepada Ketua Kelompok Fraksi Baleg DPR. Isinya, Badan Legislasi akan melaksanakan kunjungan kerja ke luar negeri untuk melaksanakan fungsi diplomasi parlemen demi penguatan kelembagaan dalam penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Kunjungan ke Ekuador rencananya berlangsung pada 31 Oktober hingga 6 November 2021. Adapun kunjungan ke Brasil dijadwalkan pada 16-22 November 2021.
Pimpinan Badan Legislasi meminta setiap fraksi menugasi anggotanya mengikuti kegiatan tersebut.
Fraksi PDIP mendapatkan kuota untuk 6 orang; Golkar (4); Gerindra (4); NasDem (3); Partai Kebangkitan Bangsa (3); Demokrat (2); Partai Keadilan Sejahtera (2); Partai Amanat Nasional (2); dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (1).
Adapun keanggotaan itu harus dibagi secara merata untuk dua negara tujuan.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pimpinan DPR sudah membolehkan kunjungan kerja ke luar negeri dengan sejumlah pertimbangan. Salah satunya, dia menambahkan, melihat apakah kunjungan tersebut sudah memungkinkan pada masa pandemi Covid-19 saat ini dan kebijakan di negara tujuan. “Nanti kami lihat apakah situasinya sudah memungkinkan dan apakah negara yang dituju sudah bisa menerima,” kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menanggapi kunjungan tersebut, perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (Kompaks), Naila Rizqi Zakiah, mengatakan belum mengetahui apakah dua negara tersebut memiliki sistem hukum yang berpihak kepada korban kekerasan seksual atau keberhasilan dalam penanganan kasus kekerasan seksual. “Badan Legislasi perlu secara terbuka dan transparan menjelaskan. Setahu kami, negara yang memiliki sistem hukum cukup baik terhadap korban kekerasan seksual adalah Kanada,” ujar dia saat dihubungi, kemarin.
Naila mengatakan Kompaks percaya pada proses legislasi saat ini. Kelompok pegiat ini juga percaya bahwa baik DPR maupun pemerintah berkomitmen segera mengesahkan RUU tersebut. Tapi, kata dia, komitmen itu harus diwujudkan dengan partisipasi publik, yakni mendengarkan suara korban, pendamping korban, dan mengakomodasi hak-hak korban dalam pengaturan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Menurut Naila, jaringan masyarakat sipil memiliki draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang bisa dijadikan acuan bagi Badan Legislasi. Rancangan tersebut juga bisa memasukkan kebutuhan korban yang belum diakomodasi dalam draf yang disusun Badan Legislasi. “Kami tahu semangat DPR ingin segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tapi jangan sampai masalah korban luput dari perhatian,” tutur dia.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menilai misi kunjungan anggota Badan Legislasi ke dua negara itu tidak jelas. Meskipun, kata dia, di dalam surat disebutkan bahwa kunjungan itu sebagai fungsi diplomasi parlemen untuk penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
(Sumber: Koran Tempo)