Oleh: M Rizal Fadillah
BRIGJEN TNI Junior Tumilaar akhirnya dipecat dari jabatan sebagai Irdam XIII/Merdeka Sulawesi Utara akibat membuat surat terbuka kepada Kapolri sebagai protes atas pemanggilan anggota Babinsa oleh Kepolisian. Pomdam menuding Junior melakukan pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana militer.
Terlepas dari sisi disiplin tentara, sikap Junior yang melindungi anggota kesatuannya dari pemanggilan Polisi sekaligus dalam rangka membela masyakarat atas sengketa tanah dengan pengembang, ternyata mendapat simpati dan dukungan masyarakat termasuk para netizen. Junior menjadi Perwira TNI yang fenomenal.
Lengkap kini muncul figur-figur unik pemberani yang melawan arus di kancah bangsa. Di samping Junior Tumilaar (TNI), ada Napoleon Bonaparte (Polri), Habib Rizieq Shihab (Ulama), dan tokoh lainnya. Mereka siap berhadapan dengan hukum yang dimaklumi sebagai bagian dari kepanjangan tangan politik.
Junior Tumilaar memang berpangkat Brigjen, masih tingkat “junior” dari kepangkatan Perwira Tinggi, tetapi berkualitas senior pada sikap kejuangan. Prajurit tempur yang memiliki integritas tinggi. Netizen menyebut “the real TNI”. Menjaga marwah kesatuan dan melindungi bawahan yang berjuang membela rakyat. Babinsa adalah organ resmi TNI yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Tuduhan melanggar disiplin militer terlalu berat dituduhkan, apalagi dikualifikasikan sebagai melanggar hukum pidana militer. Sungguh sangat berlebihan. TNI telah masuk dalam perangkap lingkaran politik otoritarian. KSAD sebagai atasan harus berbuat untuk membebaskan diri dari belenggu kendali politik tersebut.
Sikap Brigjen Junior yang mengingatkan Polri melalui surat terbuka kepada Kapolri adalah pengkritisan atas sikap institusi Kepolisian yang telah merambah ke luar dari lingkaran. Publik menilai bahwa jangankan terhadap rakyat sipil, kepada TNI pun Polisi berani melakukan tindakan. Tanpa alas peraturan yang kuat. Sesungguhnya TNI untuk anggotanya itu memiliki ruang pemeriksaan dan peradilan sendiri.
Kini Junior telah dipecat, lalu menghadapi tuduhan kriminal. Masyarakat dipastikan akan menyoroti kasus ini dengan serius. Kegaduhan politik adalah konsekuensi dari sikap kerakyatan Perwira Tinggi TNI berbanding dengan sanksi yang diancamkan. Perbandingan lain adalah Letjen (Purn) Agus Widjojo yang menyatakan bahwa TNI bersatu dengan rakyat adalah keliru. Menurutnya sebagai negara demokrasi rakyat itu milik Presiden.
TNI nampaknya kini sedang mengalami “confuse” jati diri. Brigjen Junior Tumilaar yang berorientasi pada rakyat dipecat dan diancam sanksi hukum, akan tetapi Mayjen Dudung Abdurrahman yang memerosotkan wibawa TNI dengan mengobrak-abrik baliho malah naik pangkat dan jabatan. Kini Pangkostrad.
“Confuse” ini sebenarnya disebabkan oleh hilangnya makna TNI sebagai tentara rakyat dan tentara pejuang. TNI sebagai pilar Negara bergeser menjadi pilar Pemerintah bahkan menjadi pilar Presiden. Jika demikian NKRI saat ini sedang mengalami masa-masa rapuh. Akibat TNI yang rapuh dan tunduk pada kepentingan politik pragmatis.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan