Beda, TNI dengan Polri
Oleh: Kolonel TNI (Purn) Sugeng Waras*
Bukan untuk didiskreditkan, tapi untuk dipahami, disadari dan diperbaiki.
Kenapa?
Beda sejarahnya, beda peran, fungsi dan tugas pokoknya, beda DOKTRIN nya, namun apakah harus beda KEDUDUKAN dan TINGKATNYA.
Keduanya sebagai lembaga, badan, instansi yang sangat strategis bagi NKRI, yang hingga kini dengan segala kurang lebihnya masih diakui sebagai organisasi tersolid dan tervalid di Indonesia
TNI lahir dari rakyat yang berjuang bersama sama dalam menuju dan mencapai kemerdekaan Indonesia dalam bentuk laskar laskar perjuangan didaerah daerah, kemudian dibentuk dan berubah ubah nama dari TRI, TNI, ABRI kemudian kembali TNI , yang berlandaskan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit serta 8 TNI Wajib.
Sedangkan POLRI, lahir dari warisan penjajah belanda, yang kemudian berlandaskan doktrin TRI BRATA dan CATUR PRASETYA.
Kini, TNI dengan Tentara rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesionalnya.
Sedangkan Polri dengan PRESISI (Prediktif, Responsibilitas Transparansi berkeadilan)nya.
Sapta Marga, merupakan landasan, doktrin yang menjadi pedoman tugas, kegiatan dan kerja SATUAN TNI, yang menggambarkan sebagai WNI, ksatria dan patriot bangsa yang membela dan setya kepada Pancasila, juga sebagai prajurit bhayangkari negara yang beriman dan bertaqwa, disiplin, tanggung jawab dan memegang teguh disiplin dan sumpah Prajurit, yang mengutamakan kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Sumpah prajurit merupakan landasan bekal prajurit perorangan, yang menerapkan pentingnya kebersamaanya dengan rakyat untuk ramah tamah, sopan santun, jaga kehormatan diri dimuka umum, tidak menyakiti dan merugikan rakyat serta pelopor pembangunan disekitarnya, dengan standar terukur untuk dilakukan sebagai manusia individu.
Sapta Marga dan Sumpah Prajurit tidak bisa dipisah pisahkan baik saat keadaan damai maupun perang, karena masing masing berperan sebagai pedoman dan pendukung.
Di sisi lain, jika kita jujur, masih banyak kelemahan kelemahan pada doktrin Polri, baik pada TRI BRATA maupun CATUR PRASETYA.
Yang tersurat dan tertuang dalam TRI BRATA, pada poin dua, hanya menyinggung soal kebenaran, keadilan dan kemanusiaan, pada hal jika tidak disinggung tentang kejujuran bisa berbahaya terhadap penyelingkuhan tetang tidak benar dikatakan benar atau tidak adil dikatakan adil.
Begitu pula dalam CATUR PRASETYA, esensinya paradoks atau janggal, tidak logis sebagai manusia individu, perorangan, akan mampu mengerjakan tugas meniadakan segala bentuk ancaman/bahaya, menyelamatkan jiwa raga, harta benda, hak azasi manusia, menjamin kepastian hukum dan perasaan tentram, tenang dan aman masyarakat.
Pandangan Jendral Tito, tentang Democratic Policing sebagai upaya perbaikan Polisi dalam mengayomi dan melindungi masyarakat, melalui sistem, struktur dan kultur yang dimantapkan oleh Jendral L Sigit P tentang pencanangan Presisi, saya meragukan akan terimplementasi dalam waktu singkat, bahkan nampak wes ewes dan preett….
Kenapa?
Salah satunya bisa jadi penyebabnya karena mengabaikan KEJUJURAN pada TRIBRATA dan bermimpi terlalu tinggi untuk beban seorang Bhayangkara Negara pada CATUR PRASETYA.
Oleh karenanya, dalam pandangan saya, Polri tidak perlu ragu atau malu, untuk segera berbenah diri / satuan terhadap Doktrin nya, agar tidak selalu berulang dan menambah catatan hitam rakyat atas tindakan dan perlakuan polisi yang merugikan kepolisian sendiri.
Selanjutnya kepada TNI agar semakin memahami dan sadar untuk mengimplementasikan lebih baik terhadap doktrin Saptamarga, Sumpah Prajurit dan 8 TNI Wajib, abaikan arahan atau penjelasan sesat yang disampaikan Purn TNI senior Agus Wijoyo.
Dengan kata lain saya menghimbau kepada teman teman dan saudara saudara siswa Lemhanas untuk bisa memilah dan memilih atas ilmu ilmu yang disajikan di lemhanas.
Bahwa berbeda hakekat ancaman nyata dan tidak nyata yang dihadapi oleh TNI dan Polri ditinjau dari pandangan ruang dan waktu.
TNI menghadapi ancaman (Ruang) nyata musuh pada (waktu) waktu yang bisa diprediksi, sedangkan Polisi ancaman nyata berupa (ruang) masyarakat bisa terjadi, setiap (waktu) selamanya.
Bisa dibayangkan bedanya perencanaan, pelaksanaan pelatihan dan evaluasi antara TNI dan Polri.
Oleh karenanya, piawai dan bijaklah sebagai pemimpin apapun tingkatannya, bahwa TNI adalah manusia-manusia yang dipersiapkan untuk menghadapi musuh, yang kadang bisa mengabaikan HAM, sedangkan manusia-manusia Polisi dalam rangka bukan menghadapi musuh tapi menghadapi masyarakat yang senantiasa menjunjung tinggi HAM.
Maka, demi kehormatan dan nama baik TNI POLRI, para pemimpin satuan tingkat apapun, harus bisa dan mampu mandiri untuk menegakkan dan menjaga kehormatan satuannya, tanpa harus menunggu dan mengikuti petunjuk / arahan Presidennya, karena bisa jadi presidenmu menganggap bukan levelnya untuk ikut campur tangan membinamu, atau bisa jadi Presidenmu pura pura atau benar benar tidak tahu dan tidak mengerti terhadap satuanmu.
*Mantan Direktur Pendidikan dan Pengajaran Sesko TNI
(FNN)