[PORTAL-ISLAM.ID] Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo tiba-tiba membanting HP miliknya.
Sejurus kemudian dia langsung mengambil handphone yang sudah dibantingnya.
Momen itu terjadi ketika Gatot berbincang dengan politikus Nasdem Akbar Faizal dalam Podcast yang ditayangkan pada Kamis (28/10).
Saat itu Akbar meminta tanggapan Gatot soal ucapan Gubernur Lemhanas Agus Widjojo yang menyebut rakyat dan tentara milik presiden.
Menurut Akbar, ucapan Agus menimbulkan perdebatan, termasuk dari Wakasad Kiki Syahnakri.
Gatot Nurmantyo yang merupakan lulusan Akmil 1982 mengaku tidak ingin menanggapi ucapan Agus. Dia justru membeberkan sejarah TNI.
Di antaranya ialah sejarah kelahiran dan perkembangan TNI. Selain itu, sejarah TNI mempertahankan kemerdekaan dan mengamankan integritas nasional.
“Dari operasi, termasuk operasi di bawah bendera PBB, ada satu pelajaran. Dalam setiap keberhasilan operasi ada kemanunggalan TNI dan rakyat,” kata Gatot Nurmantyo.
Dia pun menukil beberapa pasal di dalam UUD 1945. Salah satunya ialah Pasal 27 ayat 3 yang menyatakan semua warga negara berhak dan wajib melakukan upaya pembelaan negara.
Gatot Nurmantyo yang pensiun pada 31 Maret 2018 pun mengutip UU nomor 34 tahun 2004 bab 2 pasal 2 tentang Jati Diri TNI.
“Yang pertama ialah tentara rakyat. TNI lahir dari rakyat, berjuang bersama-sama rakyat, untuk dan oleh rakyat,” kata Gatot.
Setelah itu, Gatot kembali menyinggung pernyataan yang menyebutkan rakyat milik presiden.
“Bung Akbar, ini HP saya. Saya banting boleh nggak?” tanya Gatot Nurmantyo, lalu membanting HP-nya.
“Boleh,” jawab Akbar yang merupakan anak buah Ketum Nasdem Surya Paloh.
Usai membanting benda seperti handphone tersebut, Gatot mengklarifikasi. "Ini bukan handphone, kalau handphone kan sayang juga," ujarnya seraya tertawa setelah memungutnya kembali dari lantai.
Dalam kesempatan itu, Gatot menyatakan, rakyat pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini.
"Presiden dipilih rakyat dan ditugaskan oleh rakyat untuk mempimpin negara ini. Kalau ini diputer balikin, kejadian seperti sekarang ini," katanya.
"Ini lah yang harus dikembalikan di-back mind (pikiran belakang) aparat," katanya.
Kemudian, Gatot pun menyinggung soal kasus Brigjen TNI Junior Tumilaar (JT).
"JT kenapa membelain rakyat? Karena sudah amat keterlaluan. Saya ulangi sudah amat sangat keterlaluan Bang," ucapnya.
Ia pun menceritakan satu kasus yang terjadi di Morowali, Sulawesi Tengah.
Disebutkan, sejumlah warga melakukan kegiatan transmigrasi ke wilayah tersebut. Dengan meninggalkan kampung halamannya, mereka dijanjikan lahan seluas 1-2 hektare.
"Tiba-tiba semua terusir karena ada HGU. Dan aparat ikut mengusir. Mereka tak tahu mau kemana. Itu cases kecilnya," ujarnya.
"Jadi jangan dibilang rakyat milik Presiden," katanya.
Terkait kasus Brigjen TNI Junior Tumilaar, Gatot mengatakan, perwira tinggi TNI AD tersebut sedang membela Babinsa dan rakyat yang tanahnya 'dirampas'.
"Kesimpulannya dia membela institusi TNI AD. Yang dilakukan adalah baik. Tapi beliau sadar bahwa bisa terkena sanksi," lanjutnya.
Disebutkan, hal itu karena memang ada peraturan Panglima TNI No 22 Tahun 2020 tentang pernyataan pers rilis. Di situ diatur siapa saja yang bisa menyampaikan sesuai dengan bidangnya.
"Saya yakin, Pupomad memeriksa JT bukan karena JT membela TNI, Babinsa dan rakyat, bukan masalah itu. Tetapi kemungkinan tentang perintah Panglima tersebut," ujarnya.
"Ya kita tunggu saja. Sebenernya ini tak perlu dibesar-besarkan. Karena ada salah paham dan sekarang sudah sepaham," katanya lagi.
Ia pun menjelakan, berdasarkan aturan anggota polisi tak boleh memanggil atau memeriksa anggota TNI. Hal itu harus melalui lintas instutusi sehingga hanya bisa diperiksa POM atau ada perintah dari atasan.
"Ini sudah sepaham, Kapolres sudah minta maaf. Anggota serse sudah diperiksa," jelasnya. [galamedia]