Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memanggil Albertus Sumbogo ke Jakarta, kemarin. Kader partai berlambang banteng moncong putih itu dimintai keterangan soal mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024.
Wakil Sekjen PDIP, Arif Wibowo, mengatakan pengurus pusat hendak memberi pemahaman ihwal aturan partai kepada Albertus, yang merupakan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. “Semua kader dijelaskan bahwa tidak ada aspirasi yang dilarang, tapi kalau dilakukan tidak tepat, ya, kontraproduktif,” kata Arif saat dihubungi Tempo, kemarin.
Arif menilai setiap bentuk deklarasi dukungan kepada kader PDIP dalam pencalonan presiden 2024 merupakan bentuk provokasi. Hal ini berlaku sama, baik kepada Ganjar maupun calon kandidat lain, termasuk Puan Maharani. Sebab, Arif melanjutkan, semua anggota PDIP, dari pengurus hingga simpatisan, seharusnya memahami bahwa urusan penetapan calon presiden merupakan hak Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum.
Menurut Arif, hiruk-pikuk urusan pencalonan presiden ini mengganggu kerja partai yang mematok target tinggi, yaitu kembali memenangi pemilihan umum. “Jangan sampai kami ikut genderang yang tidak kami tabuh sendiri,” ujarnya.
Senada, Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komaruddin Watubun, mengatakan pemanggilan Albertus itu merupakan bagian dari mekanisme kontrol partai. Sebab, kongres PDIP mengamanatkan pencalonan presiden diputuskan sepenuhnya oleh Ketua Umum Megawati. Maka, semua kader PDIP diinstruksikan agar tidak terlibat dalam deklarasi kelompok relawan calon presiden. “Bagi anggota partai yang tidak sabar dan bertindak di luar koridor mekanisme, tentu saja disiplin akan ditegakkan,” kata Komaruddin, tanpa menyebutkan bentuk sanksi.
Saat dimintai konfirmasi, Albertus enggan membicarakan urusan pemanggilannya. Dia dalam perjalanan pulang ke Purworejo. “Saya lelah banget. Maaf. Terima kasih perhatiannya,” kata Albertus.
Gesekan di lingkup internal PDIP mulai terasa ketika Ganjar Pranowo tak diundang dalam kegiatan PDIP Jawa Tengah pada 22 Mei lalu. Saat itu, pengurus wilayah mengundang kepala daerah se-Jawa Tengah dari PDIP. Meski menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar malah tak diundang. Dalam kegiatan itu, Ketua DPR Puan Maharani hadir sebagai pembicara tunggal.
Ketua PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto, saat itu ikut menyindir Ganjar yang dia anggap berancang-ancang menjadi calon presiden 2024. “Tugasmu masih Gubernur Jawa Tengah. Jangan mikir capres dulu,” kata Bambang pada 23 Mei lalu. “Kalau memang hebat, kamu pasti dicalonkan oleh Ibu Ketum.” Manuver Ganjar dianggap melangkahi keputusan partai, yang disebut-sebut menjagokan Puan.
Persaingan pendukung juga terasa di lapangan. Relawan Ganjar dan Puan Maharani bermunculan dan mulai bergerak di lapangan. Sahabat Ganjar baru-baru ini membuka pendaftaran kompetisi film pendek dan goyang TikTok serta membantu masyarakat pada 10 titik di Jawa Barat. Mereka menggelar bakti sosial di Kabupaten Rembang, kemarin.
Sekretariat Nasional Ganjar Indonesia secara terang-terangan mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar sebagai calon presiden pada pemilu 2024 di Purworejo pada 25 September lalu. Albertus Sumbogo ikut hadir dalam deklarasi ini. Kehadiran Albertus menjadi perhatian karena ia merupakan Wakil DPC PDIP Purworejo sekaligus Ketua Badan Pemenangan Pemilu.
Bambang Wuryanto, yang dikenal sebagai loyalis Puan, merespons tindakan Albertus itu. Bambang mengibaratkan Albertus seperti banteng yang keluar dari barisan, yang disebut dengan celeng alias babi hutan.
Adapun relawan Puan Maharani di antaranya Generasi Muda Pejuang Nusantara (Gema Puan). Struktur organisasi ini terbentuk sampai tingkat daerah. Pada 10 Oktober lalu, misalnya, mereka melantik pengurus di Jawa Timur dan Kabupaten Malang.
Ganjar Pranowo dan Puan Maharani—lewat stafnya—belum merespons upaya konfirmasi Tempo soal persaingan menuju RI-1 ini.
Lewat keterangan tertulis, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan ada sekelompok orang yang mengambil jalan pintas dengan mencalonkan pihak tertentu. Padahal PDIP telah membangun mekanisme kaderisasi kepemimpinan partai yang dibuktikan dengan banyaknya pemimpin politik di tingkat pusat dan daerah.
Hasto juga menyebutkan PDIP mempunyai stok figur yang melimpah. Misalnya Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Gubernur Bali I Wayan Koster, Menteri Sosial Tri Rismaharini, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming, dan Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan. “Terkait dengan capres dan cawapres, partai memiliki banyak kader yang mumpuni yang telah dipersiapkan,” kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menganggap polemik pencalonan presiden di PDIP sebagai konflik antara elite partai dan kader. Kader tingkat akar rumput berusaha melawan elite dan mulai berani bersuara bahwa Ganjar layak menjadi calon presiden 2024. Pertimbangan mereka adalah elektabilitas Ganjar yang relatif tinggi, sesuai dengan hasil sigi banyak lembaga survei.
Adi menilai fenomena "banteng" versus "celeng" ini akan merugikan PDIP dan memecah suara pendukung mereka. Namun, dari sisi citra politik, Ganjar lebih diuntungkan. “Ganjar digambarkan sebagai pihak yang dizalimi karena tak bisa punya kesempatan jadi capres,” kata Adi. "Apalagi Puan belum bisa diterima publik secara luas."
*Baca selengkapnya: Koran Tempo (16/10/2021)