[PORTAL-ISLAM.ID] Ternyata bukan hanya kaum Muslim yang memandang pluralisme agama sebagai ancaman serius.
Pada tahun 2000, Vatikan juga mengeluarkan Dekrit Dominus Iesus yang menolak paham pluralisme agama.
Dokumen ini dikeluarkan menyusul kehebohan di kalangan petinggi Katolik akibat keluarnya buku Toward a Christian Theology of Religious Pluralism karya Prof Jacques Dupuis SJ, dosen di Gregorian University Roma.
Dalam bukunya, Dupuis menyatakan, bahwa ‘kebenaran penuh’ (fullnes of thruth) tidak akan terlahir sampai datangnya kiamat atau kedatangan Yesus Kedua.
Jadi, katanya, semua agama terus berjalan sebagaimana Kristen menuju kebenaran penuh tersebut. Semua agama disatukan dalam kerendahan hati karena kekurangan bersama dalam meraih kebenaran penuh tersebut.
Buku Toward a Christian theology of Religious Pluralism pada intinya menyatakan, bahwa Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan. Penganut agama lain juga akan mengalami keselamatan, tanpa melalui Yesus.
Karena ajarannya itulah, pada Oktober 1988 ia mendapat notifikasi dari Kongregasi untuk Ajaran Iman. Ia dinyatakan tidak bisa dipandang sebagai seorang teolog Katolik. Surat itu ditandatangani Kardinal Ratzinger, yang kini menjadi Paus Benediktus XVI.
Jadi, Vatikan pun tidak bisa menerima pandangan semacam ini, yang menerima kebenaran semua agama. Vatikan bersikap tegas. Tentu saja, orang-orang liberal dalam Katolik juga protes dengan sikap itu.
Sama halnya kaum liberal di kalangan Muslim, juga marah-marah terhadap fatwa MUI soal Pluralisme Agama. Untuk menegaskan kebenaran agama Katolik, pada 28 Januari 2000, Paus Yohanes Paulus II membuat pernyataan: "The Revelation of Jesus Christ is definitive and complete." (Ajaran Jesus Kristus adalah sudah tetap dan komplit).
Setiap pemeluk agama pasti memiliki posisi teologis yang berbeda-beda. Perbe daan itu harus dihormati. Kaum Pluralis Agama memang tidak jelas posisi teologisnya. Ia bukan Islam, bukan Kristen, bukan Hindu, atau Budha.
Benar kata Dr Stevri Lumintang, posisi teologisnya memang abu-abu. Karena itulah, Dr Stevri mencatat, dalam bukunya, Teologia Abu-abu, Pluralisme Agama, bahwa:
‘’...Theologia abu-abu (Pluralisme) yang kehadirannya seperti serigala berbulu domba, seolah-olah menawarkan teologi yang sempurna, karena itu teologi tersebut mempersalahkan semua rumusan Teologi Tradisional yang selama ini dianut dan sudah berakar dalam gereja. Namun sesungguhnya Pluralisme sedang menawarkan agama baru...’’
(Sumber: Republika)