[PORTAL-ISLAM.ID] Wacana amandemen UUD 1945 terus bergulir. Publik curiga amandemen akan melebar dan bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lain seperti penambahan masa jabatan presiden. Penolakan pun mengalir dari sejumlah pihak.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas mengatakan, Indonesia harus belajar dari sejarah, terutama pada sejarah kepemimpinan Soeharto yang dilengserkan oleh rakyat. Anwar pun merujuk pernyataan Lord Acton bahwa kekuasaan itu cenderung korup.
“Ini mencerminkan negara kekuasaan jadinya, bukan negara yang mengedepankan kedaulatan rakyat,” ucap Anwar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (2/9/2021).
Menurutnya, ide penambahan masa jabatan presiden akan menghambat demokrasi. Terlebih saat ini Indonesia sedang dihantam pandemi Covid-19 yang tidak maksimal penanganannya.
Kejenuhan masyarakat dengan kinerja pemerintah dapat memicu gelombang besar jika isu penambahan masa jabatan presiden menguat.
“Jadi, bapak itu dua periode sudah cukup. Maaf saja, orang sudah banyak yang muak dengan situasi Covid-19 dengan keadaan ekonomi yang parah, rendahnya kemampuan pemerintah mengatasi masalah Covid-19 dan ekonomi. Jangan dikira rakyat senang saat ini,” katanya.
Jika MPR, DPR, dan DPD akhirnya akan memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode, Anwar khawatir akan timbul gejolak di masyarakat.
“Dan saya yakin pemerintah akan menurunkan aparat kepolisian dan tentara. Tapi kalau rakyat marah, emangnya rakyat takut sama bedil kalau marah. Saya rasa kalau rakyat marah, sampai tingkat puncak enggak takut bedil. Bagi saya, kita kan sudah putuskan membatasi dua periode,” tandasnya. [RMOL]