Sejarah Merah Kelam
Di bawah kepemimpinan Aidit, PKI melaju kencang. Pengaruhnya meluas tak hanya di kalangan grass root, tetapi hingga parlemen. Bahkan PKI bisa sangat dekat dengan Presiden Soekarno. Kebijakan Indonesia saat itu sangat pro komunisme.
PKI selalu berusaha mengambil hati Soekarno. Mendukung apapun kebijakan Soekarno. Sejak tahun 1954, Soekarno telah menunjukkan pandangannya yang berbeda tentang demokrasi. Ia memakai istilah demokratie met leiderschap (Demokrasi dengan Kepemimpinan). Yaitu sebuah pemerintahan dengan demokrasi terpimpin, kabinet gotong royong dan pembentukan Dewan Nasional yang mewakili semua golongan Indonesia. Konsep ini ditolak oleh Masyumi, PSI, dan NU. Sedangkan yang mendukung adalah PKI, PNI, dan Murba.
Di beberapa kota, aksi massa hadir mendukung konsepsi Soekarno yang digerakkan oleh PKI dan organisasi di bawahnya. Para penolak konsepsi Soekarno mendapatkan intimidasi, termasuk para pemimpin Masyumi dan NU. Bung Tomo misalnya, didatangi oleh seseorang bersenjata dan memintanya menyetujui konsepsi Soekarno. Begitu pula Djamaluddin Malik, figur NU yang diancam dengan senjata. KH Dahlan dari NU juga didatangi rumahnya oleh seseorang dan diancam untuk menyetujui konsepsi tersebut.
Moh Hatta dalam suratnya tanggal 27 Feb 1957 pada Soekarno, menggugat serentetan peristiwa intimidasi tersebut.
Serangan pada tokoh-tokoh tersebut bukan hanya gertakan, tetapi juga berbentuk fitnah. Harian Bintang Timur yang berafiliasi dengan PKI menuliskan bahwa Masyumi memiliki simpanan sebesar 35 juta rupiah. Meski sudah dibantah resmi, nyatanya fitnah ini terus beredar.
Burhanuddin Harahap diserang isu kematian dirinya, hingga keluarganya dari Sumatra datang ke Jakarta memastikan kabar tersebut. Intimidasi dirasakan oleh para tokoh Masyumi lainnya. Rumah Sjafruddin Prawiranegara seringkali mendapat teror ancaman lewat telepon. Teror itu berupa ancaman keselamatan jiwa Sjafruddin dan keluarganya disertai dengan makian.
Moh Natsir menyebut serangan fitnah ini sebagai "teknik propaganda totaliter".
Bulan April 1957, para pemimpin Masyumi, NU, Parkindo, PSII, dan Partai Katholik menemui Jaksa Agung, mengeluhkan intimidasi yang mereka dapatkan. Sayangnya mereka tak menemukan solusi. Menurut Kejaksaan Agung, hanya Soekarno yang dapat menghentikan teror-teror tersebut.
Tanggal 4 April 1957, Soekarno menunjuk dirinya sendiri sebagai warga negara untuk membentuk kabinet. Kabinet yang disebut sbg "Kabinet Bina Karya" ini dihuni oleh PKI, PNI, NU, PSII, Murba. Karena Masyumi dan PSI menolak konsepsi Soekarno maka Masyumi dan PSI tidak diikutsertakan dalam kabinet ini.
Masyumi sebagai Partai Islam terbesar dan pernah berjaya, sejak saat itu semakin terpojok dan tersisihkan. Masa kejayaan Masyumi semakin pudar. Kabinet yang biasanya dipimpin oleh Masyumi, sekarang justru bersih tak ada orang Masyumi seorangpun. Masa-masa gelap Masyumi terjadi seiring mesranya Soekarno dengan PKI.
Soekarno melaju dengan Demokrasi Terpimpinnya. Masyumi yang tak lagi dipandang oleh militer dan pemerintah, membuat NU menjadi sedikit dari kekuatan Islam yg masih diperhitungkan. PKI memang tidak terlalu galak dengan NU. Karena NU masih bisa diajak kompromi. Aidit seringkali menggunakan politik belah bambu, menyanjung NU dan menghantam Masyumi.
Tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Saat itu juga ia membubarkan Majelis Konstituante yang telah bekerja keras merumuskan konstitusi Indonesia sejak 10 Nov 1956. Kerja keras selama 3 tahun menguap begitu saja. Tak dianggap sama sekali. Sejak itu Soekarno menggenggam kekuasaan yang sangat besar. Dan PKI menjadi pendukung kuat dan terbesar Soekarno.(*)