[PORTAL-ISLAM.ID] Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin disebut alami gangguan jiwa lantaran sikapnya yang kontroversial di hadapan publik.
Ahli Hukum Tata Negara, Refly mengatakan bahwa sebenarnya jabatan Ngabalin hanyalah sebagai tenaga ahli kedeputian yakni sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP).
Artinya, kata Refly, jabatan yang diemban Ngabalin tidak terlalu penting di kursi pemerintahan.
“Ngabalin ini jabatannya hanyalah tenaga ahli kedeputian. Dan ternyata jabatan Ngabalin setelah pasang badan sana sini hanyalah tenaga ahli kedeputian, bahkan deputi saja tidak apalagi jabatannya sekelas menteri,” kata Refly Harun, dikutip Hops.id dari saluran YouTube miliknya pada Selasa, 14 September 2021.
Menurut Refly, Presiden Jokowi ‘kejam’ terhadap Ngabalin lantaran hanya memberikan jabatan di level kedeputian.
Padahal Ngabalin telah banyak berkorban dengan melakukan segala cara yakni dengan menempel banyak orang di lingkaran Istana, bahkan menyerang lawan politik Istana melalui pernyataannya di hadapan media.
“Termasuk kejam juga Presiden Jokowi, orang sudah berkorban, nempel banyak orang, sudah diserang kiri kanan tapi jabatannya ya rendah-rendah saja bukan jabatan yang tinggi. Bukan di bawah presiden, bukan di bawah menteri, tapi di bawah deputi,” ungkapnya.
Soal Ngabalin gangguan jiwa
Akan tetapi, Ngabalin justru disinyalir dan disebut mengalami gangguan kejiwaan ketika dirinya mengatakan setiap orang yang mengkritik atau menyerang Presiden Jokowi sebagai orang yang sakit hati.
Ngabalin dianggap mengalami gangguan kejiwaan karena telah banyak berkorban namun tak memperoleh jabatan bergengsi dari Istana.
“Tapi memang dalam banyak kesempatan, Ngabalin selalu mengatakan bahwa kita, orang yang menyerang Presiden Jokowi itu adalah orang yang sakit hatinya mendalam,” tutur Refly.
“Justru ketika orang menyebutkan itu terus-menerus, malah jangan-jangan sebaliknya, problem psikologinya di dia karena dia merasa ‘Kok saya ini sudah pasang badan tapi kok tidak diberikan jabatan yang tinggi?’,” sambungnya.
Refly Harun mengatakan, tak selamanya jabatan dapat membahagiakan orang yang menerimanya. Sebaliknya, semakin seseorang memperoleh jabatan justru akan membuatnya iri karena sikap membandingkan dengan rekan-rekannya yang memperoleh jabatan lebih bergengsi.
“Jangan salah, makin kita mendapatkan fasilitas jabatan, maka kita akan membandingkan dengan rekan-rekan kerja kita di samping-samping kiri kanan. Jadi kita tidak punya jabatan malah jadi lebih bagus,” imbuhnya. [hops]