Baru empat poin yang dibuka Krisdayanti sebagai pemasukan resmi, legal, sebagai anggota DPR. Yakni, gaji pokok 16 juta, tunjangan 59 juta, reses 450 juta sekali reses; reses 5 kali dalam setahun, kunjungan dapil 140 juta; bisa 8 kali kunjungan setahun. Jadi, total yang diterima setahun, yakni 4,27 miliar.
Ada tambahan poin dari mantan anggota DPR, Roy Suryo, yakni amplop coklat yang diterima anggota DPR sehabis kunjungan kerja. Baik dalam negeri maupun luar negeri. Isinya bervariasi, tergantung jauh-dekat kunker itu. Makin jauh makin besar. Roy Suryo membawa bukti amplop coklat, tertulis di situ 18 juta.
Itu untuk dalam negeri. Untuk luar negeri bisa berkali-kali lipat lagi. Dalam setahun, kunker itu, baik dalam maupun luar negeri, bisa dua sampai 3 kali pula masing-masing. Tambahkan dengan 4 poin yang disampaikan Krisdayanti, alangkah gendut rekening anggota DPR kita. Itu baru yang legal, bagaimana yang ilegal?
Belum lagi kerjasama anggota DPR dengan mitra kerja di kementerian dan lembaga, dalam bagi-bagi ini-itu? Ini juga sudah bisa menutup bahwa mereka benar-benar kerja buat rakyat atau konstituen. Uang yang diperoleh di atas, bisa lebih full. Tak rusak pinggirnya, sekalipun. Wajar, pejabat makin kaya di masa pandemi ini.
Ini diterima tak hanya partai yang dikatakan partai pemerintah, partai oposisi pun ikut menerima tanpa terkecuali. Sebanyak itu, segendut itu juga. Buat apa lagi kritis-kritsan, oposisi-oposisian. Yang itu saja dihabiskan, tak bakal habis. Perjuangan rakyat bisa dilakukan menjelang Pemilu saja. Kini masih sangat jauh.
Memang, surga bagi para pejabat negeri kita ini. Pejabat legislatif saja begitu, apalagi pejabat eksekutif? Legislatif itu konon, hanya mengelola sekitar 2 persen saja dari total belanja negara, selebihnya dikelola eksekutif. Yudikatif? Pernah dengar jual-beli perkara? Begitulah. Sudah begitu, masih ada pula para pejabat yang merasa kere, papa, miskin, kurus, selama menjabat. Bangga pula itu. Sakit betul.
(Oleh: Erizal)