Komunisme Gaya Baru di Indonesia
Oleh: Nuim Hidayat, Ketua DDII Depok (2012-2021), anggota MIUMI dan MUI Depok
Hilmar Farid ketika menyatakan diri bahwa ia anti Orde Baru dan pro PKI, masyarakat kaget. Sebab, Doktor lulusan Singapura ini bukan orang sembarangan. Ia kini menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan di Kemendikbud.
Tentu ideologi yang dipegang Farid berdampak pada kebijakannya. Maka tidak heran kemudian muncul masalah tentang buku Kamus Sejarah Indonesia. Kamis yang disusun Tim Farid ini menimbulkan polemik karena tidak memuat beberapa tokoh Islam dan tidak menyalahkan PKI dalam sejarah Indonesia.
Budiman Sujatmiko, mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik kini perannya lain lagi. Ia yang kini aktif di PDIP sedang mendirikan Bukit Algoritma di Sukabumi. Proyek yang menelan biaya trilyunan ini direncanakan akan menampung ilmuwan-ilmuwan Indonesia untuk berinovasi. Ia ingin meniru Amerika dengan Silicon Valley nya.
Seperti diketahui PRD yang berdiri tahun 90an adalah beriodeologi komunis. Lembaga itu diawaki anak-anak muda beraliran kiri dan dibina oleh senior-senior pro PKI. Pramudya Ananta Toer adalah salah satu pembinanya. Lembaga ini berperanan besar dalam penggulingan Soeharto. Dan memang tujuannya untuk itu. Membalaskan dendam keturunan PKI terhadap berbagai kebijakan Soeharto yang membuat mereka menderita.
Partai Golkar dan PDIP beberapa kali diketahui mengirimkan kader-kadernya untuk belajar kepada Cina. Pengiriman kader ini jangan dianggap enteng. Karena Partai Komunis Cina telah siap dengan program pembinaan yang canggih untuk menanamkan ideologi sosialis atau materialismenya. Maka jangan heran banyak kader kedua partai ini berideologi pluralisme agama. Menganggap bahwa agama tidak penting dalan kehidupan bernegara, yang penting adalah kerja, kerja, kerja.
Jokowi, Megawati, Prabowo dan Luhut begitu kagum dengan kemajuan Cina. Jokowi dan Luhut bahkan mendatangkan investasi besar-besaran dari Cina. Di samping juga mereka membuka tangan terhadap kehadiran TKA dari Cina. Prabowo juga memuji kemajuan Cina. Menurutnya Cina berhasil mengatasi pengangguran dalam waktu singkat. Megawati untuk menunjukkan hubungan akrabnya dengan PKC, maka Juli 2021 lalu ia mengucapkan selamat ulang tahun kepada partai yang mengendalikan 1,4 milyar penduduk itu.
Melihat fenomena ini maka Komunisme Gaya Baru memang sedang tumbuh di Indonesia. Komunisme di sini bukan berarti menjelma seperti PKI, tapi ideologinya dikagumi banyak tokoh di tanah air. Kegemilangan Cina untuk menjadi negara super power menyaingi Amerika saat ini, menjadikan banyak pejabat kita ingin meniru Cina. Padahal secara budaya dan politik, Indonesia berbeda dengan Cina. (Baca https://suaraislam.id/politik-pemerintah-menjiplak-china/).
Beberapa tokoh yang pro komunis, juga ingin bermertamorfosa menjadi sosialis demokrat. Mereka ingin membawa komunis seperti di Eropa. Pandangan mereka sosialis dan menerima demokrasi. Ideologi ini parahnya menyamakan semua agama dan bahkan menganggap bahwa agama tidak penting. Yang penting bertuhan atau berspiritual. Yang penting tenteram hidupnya, apapun agama yang dipeluknya atau ia tidak memeluk satu agama apapun. Yang penting bisa kerja, nggak penting itu doa.
Inilah berbagai varian KGB. Ada yang mengidolakan negara Cina, ada yang pro PKI dan ada pula yang menganut ideologi sosialis demokrat.
Tentu dalam era demokrasi saat ini, sah-sah saja mereka menganut ideologi apapun. Karena meski ada pelarangan penyebaran komunisme dan Marxisme dalam Tap MPR, kenyataannya buku-buku Marx, Hegel, Pramudya Ananta Toer dll beredar bebas di tanah air.
Yang terpenting saat ini adalah menjaga anak-anak Muslim dari pengaruh faham-faham yang merusak jiwa itu. Faham ini bila dilihat sekejap tidak membahayakan. Tapi bila diteliti secara mendalam, maka akan nampak bahayanya baik untuk individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Faham komunis dengan berbagai variannya saat ini, yang jelas tidak menganggap penting peran agama atau Tuhan dalam kehidupan. Faham ini hanya melihat manusia dari sudut materinya belaka. Maka jangan heran banyak pejabat sekarang yang menyatakan jangan fanatik, jangan radikal, harus moderat, semua agama itu sama saja dan seterusnya.
Mereka menyerukan spiritualitas tanpa agama. Mereka menyerukan akal, tanpa mementingkan jiwa. Menyerukan dunia dan mengeyampingkan akhirat.
Maka jangan heran dalam tindakan politik praktisnya, mereka menjadi pro komunis, anti fanatisme atau radikalisme, anti kitab suci dan seterusnya.
Maka meski masyarakat Islam malam ini banyak yang mengajak untuk menonton film pengkhianatan G30S PKI, mereka menolaknya. Mereka menganggap film itu pro Orde Baru anti PKI. Mereka lebih suka menonton film-film yang pro PKI seperti Jagal atau Act of Killing.
Maka jangan heran kini ada penghilangan patung diorama Soeharto, Sarwo Edhie dan Nasution di Markas Kostrad. Ini bukan soal halal atau haramnya patung. Ini adalah upaya-upaya untuk menghilangkan peran tokoh-tokoh nasional dalam menumpas gerakan PKI.
Di kampus-kampus gerakan KGB juga melakukan deislamisasi. Gerakan itu didahului dengan riset terhadap berbagai perguruan tinggi negeri yang terdampak radikalisme. Kemudian diikuti dengan pembatasan pengajian di kampus, pengawasan dosen-dosen yang dianggap radikal, pembatasan lembaga dakwah kampus dan lain-lain.
Jadi gerakan KGB dengan segala variannya di Indonesia bukanlah omong kosong, mereka sedang bangkit. Mereka sedang menguasai tanah air. Umat Islam mesti faham akan masalah ini. Know your enemy dengan tepat, agar tidak salah melangkah. Umat Islam tetutama tokoh-tokohnya perlu lebih meningkatkan ukhuwah menghadapi tantangan berat ini. Wallahu azizun hakim.
(Depok, 30 September 2021)