SUDAH 20 bulan Harun Masiku (HM), kader istimewa PDIP, menghilang. Sampai hari ini belum juga tertangkap. Padahal, Indonesia punya 34 Polda, 504 Polres, hampir 4,000 Polsek dan lebih dari 470,000 personel kepolisian. Tersebar di seluruh pelosok republik. Entah di mana salahnya, kepolisian nomor dua terbesar di dunia ini tak berdaya dibuat Masiku.
Sekadar mengingatkan, Harun Masiku adalah tersangka kasus sogok (mantan) komisioner KPU, Wahyu Setiawan (WS), yang dihukum penjara enam (6) tahun. Masiku dituduh menyuap Wahyu untuk membantu agar dia (Masiku) ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR penggantian antar-waktu (PAW) menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia setelah terpilih menjadi anggota legislatif PDIP 2019-2024 dari Dapil Sumatera Selatan 1. Namun, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin karena meraih suara terbanyak kedua.
Mengapa Masiku belum bisa ditangkap? Sehebat apa politisi PDIP ini sampai dia mampu bertahan 20 bulan di persembunyian?
Masiku bukan buronan biasa. Di tangan mantan caleg ini diduga ada informasi penting tentang kronologi kasus suap Wahyu. Diduga kuat, kejahatan sogok yang dia lakukan melibatkan nama-nama besar di PDIP. Nama-nama besar yang diduga terlibat itu adalah orang-orang yang sangat penting. Bukan orang-orang yang hanya populer di media.
Kalau nama-nama besar yang diduga terlibat kasus sogok Masiku itu hanya kader biasa, Masiku tidak akan hilang atau menghilang. Pasti para kader itu sudah mendekam di penjara. Mereka akan dibiarkan diproses hukum.
Tetapi, karena orang-orang penting itu memang sangat penting, maka tidak ada cara lain kecuali “memotong” aliran informasi dari Masiku. Jangan sampai ada yang keluar dari mulutnya. Karena itu, membiarkan Masiku hilang atau menghilang adalah satu-satunya jalan yang tersisa. Ada yang berpendapat dia dihilangkan.
Bagimanapun, Harun Masiku tidak akan hilang dari ingatan publik. Dia bisa menghilang, tapi persoalan besar yang ditinggalkannya tidak akan sirna. Semakin lama dia menghilang, maka semakin yakinlah publik bahwa orang-orang yang terlibat kasus sogok itu sangat tinggi posisi mereka.
Dalam proses untuk menjadikan Masiku sebagai anggota DPR PAW, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan ada tiga surat permintaan dari PDIP kepada KPU agar melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan itu membolehkan pimpinan parpol menentukan PAW. Surat ketiga ditandatangani oleh Ketum Megawati dan Sekjen Hasto Kristiyanto. PDIP ingin Masiku yang menggantikan Nazarudin Kiemas. Tetapi KPU menetapkan Riezky Aprilia.
Setelah ditolak KPU, ada pihak yang melakukan “usaha lain”. Inilah yang kemudian terungkap sebagai kasus suap terhadap Wahyu Setiawan –komisioner KPU waktu itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada pada 8 Januari 2020. Di tiga tempat secara simultan. Wahyu Setiawan ditangkap di bandara Soekarno-Hatta.
Kembali ke Masiku, dua mantan penyidik KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) yakin buronan yang belum bisa ditangkap itu ada di Indonesia saat ini. Ronald Sinyal, yang menangani pencarian Masiku, mengatakan dia pulang ke Indonesia setelah cegah-tangkalnya berakhir Januari 2021. Cegah-tangkal imigrasi itu berlaku enam bulan dan hanya bisa diperpanjang satu kali.
Penyidik KPK lainnya yang juga disingkirkan lewat TWK, Harun Al-Rasyid, mengatakan dia pernah tahu lokasi Masiku. Tetapi karena waktu itu dia berstatus non-aktif, Harun Al-Rasyid tak bisa berbuat apa-apa.
Sebagai penutup, ada hal menarik dari kronologi sogok Masiku kepada Wahyu. Dalam sidang pengadilan, tersangka Saeful Bahri (kader PDIP) mengatakan kepada hakim bahwa dia melaporkan perihal uang sogok itu kepada Sekjen Hasto Kristiyanto.
Seperti ditulis Kompasdotcom: Karena beberapa kali Saeful meminta uang ke Harun, Hasto disebut sempat menegurnya dan meminta agar segala permintaan uang dari Harun dilaporkan kepada Hasto.
“Saya sempat ditegur Pak Hasto karena saya minta dana operasional ke Pak Harun. Kemudian karena peristiwa itu, ya saya akhirnya kalau setiap peristiwa saya laporkan,” jawab Saeful.
Ia melanjutkan, Hasto hanya menjawab ‘ok sip’ atas laporan penerimaan uang dari Harun Masiku tersebut. (Kompasdotcom).
Hari ini, publik hanya bisa memutar-ulang drama ini. Tidak bisa ikut campur untuk meluruskan adegan-adegan aneh yang berlangsung tanpa koreksi.
Tapi, Anda masih beruntung. Sebab, drama Masiku yang spektakuler itu menyandang nama besar di PDIP, yaitu Bu Megawati dan Hasto Kristiyanto. Di mana beruntungnya? Beruntungnya adalah begitu teringat Masiku, otomatis Anda akan ingat Bu Mega dan Hasto.
(By Asyari Usman, wartawan senior)