Gratis & Nasib Tinggal Di Negeri Ini
Si Agus pergi ke Rio De Janeiro, Brazil.
Kota dengan 10 juta penduduk. Mirip-mirip lah dengan Jakarta. Lantas Agus pergi ke pantainya yang terkenal 'Copacabana'. Karena Agus ini datang dari Jakarta, dia nyari loket masuk. Reflek.
Jalan dia di sepanjang pantai 2,5 mil tsb. Nyari loket masuk. Nggak nemu. 'Mister, dimana saya beli tiket masuk?' Penduduk di sana tertawa, Gratis, Tuan, masuk saja. Hah? Agus termangu. Karena di Jakarta, jangankan pantai yg indah begini, mau ke toilet umum saja bayar. Kentut pun bayar--kalau kentutnya sampai keciprit, terpaksa kan ke toilet.
Bu Midah, pergi ke Singapura. Tak jauh2 amatlah. Dia mau lihat laut. Maka pergilah dia ke patung Merlion yang terkenal itu. Sampai di sana, Bu Midah mau beli tiket masuk. Lagi2 sama, bingung keliling kemana2, 'Mister, dimana sy beli tiket masuknya?' Penduduk sana tertawa. Tiket? Gratis. Silahkan foto2 di dekat patung nyemburin air, sambil lihat laut. Wah, Bu Midah kaget, dia kira kayak di Jakarta, lihat laut dari tempat sebagus ini harus bayar.
Sebenarnya, pejabat2 itu banyak yg sudah keluar negeri. Mereka tahu, pantai, dll itu memang gratis di sana. Di Hong Kong, di Australia, di Eropa, Afrika, Amerika, negara2 lain, pantai itu gratis. Tapi apesnya, saat dia pulang ke Indonesia, dia punya pemikiran beda. Demi perawatan, demi tertib, demi kebersihan, demi teratur, dan bla-bla-bla, dia mulai bikin perusahaan, dia mulai komersilkan.
Banyaaak banget alasannya. Termasuk penduduk Indonesia yg mendukung pantai bayar, bego, mereka mau saja terima logika: nanti kalau gratis, pantainya kotor. Bertahun2, berpuluh tahun pola pikirnya mentok begitu. Bukannya nyari cara pantai gratis dan tetap bersih. Dia tetap sih, punya pola pikir dijajah.
Dia lupa, pantai Copacabana di Rio De Janeiro, dan pantai2 lainnya, gratis. 10 juta penduduk kota tsb bisa kapanpun mau nyemplung ke laut. Mau bikin lautan manusia, silahkan.
Kita selama ini sudah terbiasa dan pasrah saja dengan keadaan. Kita lupa, bahwa akses menuju pantai itu hak setiap warga negara Indonesia. Kita mungkin tdk pernah lagi mau memikirkannya.... terima nasib. sudah given. Biaya perawatan? Itu mudah banget, yg bayar itu saat penduduk beli makanan, ke kafe, resto, dsbgnya. Dari sinilah pajak dipungut utk perawatan. Model bisnis begitu, cuy. Mikir gitu loh. Bukan cuma ngandelin tiket, parkir, jatah preman, dll. Bukan dikit2 langsung bikin pagar, taruh sekuriti, loket, dll.
Dan lebih kacau lagi, pantainya dari reklamasi, hasil nggusur ribuan penduduk di bantaran sungai, dll. biaya buatnya dari ngutang ke luar negeri, eh rakyat mau masuk disuruh bayar pula. dia komersilkan semaunya.
Duh, sesungguhnya Tuhan telah menciptakan pantai itu secara gratis. Sesungguhnya, di Indonesia ini, manusia2nya yang eror, dia malah nyuruh bayar. Buyan!
(Tere Liye)
*fb