[PORTAL-ISLAM.ID] Penetapan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 ditunda lantaran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tidak hadir dalam rapat bersama Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (6/9/2021).
Sejumlah pengamat menduga ada kaitan dengan wacana penambahan atau perpanjangan masa jabatan presiden.
DPR, pemerintah, dan KPU membentuk Tim Kerja Bersama untuk membahas persiapan Pemilu dan Pilkada 2024. Salah satu hasil rapat tim itu adalah pemilu digelar 28 Februari 2024 dan pilkada pada 27 November 2024.
Meski begitu, kesepakatan itu belum jadi keputusan resmi. Pasalnya, undang-undang mewajibkan keputusan soal pemilu dan pilkada harus disetujui pemerintah dan DPR dalam rapat kerja.
Di tengah pembahasan, Tito juga sempat menyebut keputusan belum final. Saat itu, tanggal gelaran pemilu masih 28 Februari 2024. Tanggal itu mendapat protes publik karena bertepatan dengan Hari Raya Galungan.
"Ini belum menjadi keputusan resmi, belum. Mungkin ada yang menyampaikan ke publik, tapi 28 Februari adalah Hari Raya Galungan, otomatis harus exercise dan itu enggak bisa berlaku," kata Tito di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Tim Kerja Bersama pun akhirnya memindahkan tanggal pemungutan suara pemilu ke 21 Februari 2024. Tanggal itu rencananya akan didalami dan diputuskan dalam rapat kerja antara Komisi II DPR, pemerintah, dan KPU pada Senin (6/9/2021).
Rencana itu pun batal. Tito mengirim surat ke DPR bahwa ia mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo. Pihak pemerintah diwakili oleh Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Suhajar Diantoro.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia berkata rapat keputusan diundur ke 16 September 2024. DPR menunggu kehadiran Tito untuk mengambil keputusan soal dua pemilihan pada 2024.
Ketua KPU Ilham Saputra sempat menyampaikan pihaknya berharap keputusan soal Pemilu dan Pilkada 2024 bisa diambil pada rapat itu (Senin kemarin) agar KPU bisa segera memulai persiapan.
Keseriusan pemerintah pun sempat dipertanyakan dalam rapat itu. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Wahyu Sanjaya menanyakan alasan pemerintah belum menganggarkan persiapan Pemilu dan Pilkada 2024 di draf Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2022.
"Pertanyaannya adalah apakah pemerintah itu masih berniat melaksanakan pemilu di 2024? Kalau ndak niat, ndak usah rapat lagi," tutur Wahyu pada rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/9/2021).
Ada Indikasi Menunda Pemilu
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpendapat ada indikasi pemerintah menunda-nunda keputusan soal pemilu. Ia mengaitkannya dengan wacana amandemen terkait masa jabatan presiden yang bergulir di publik.
Ujang menyampaikan wajar jika publik curiga terhadap tindak-tanduk pemerintah. Pasalnya, Tito tidak hadir dalam rapat krusial dalam menentukan gelaran Akbar di 2024. Terlebih lagi, waktu persiapan akan dimulai awal tahun depan.
"Ini pemerintah sebenarnya tarik ulur. Sebenarnya mereka ingin punya keinginan untuk memperpanjang masa jabatan itu. Kelihatannya di situ bargaining dan diundur-undur," kata Ujang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (7/9/2021).
Menurut Ujang, indikasi mengundur-undur keputusan soal Pilkada dan Pemilu 2024 juga didukung beberapa pernyataan Tito Karnavian. Salah satunya soal niatan mencari sistem politik karena pilkada langsung berbiaya mahal.
Ujang berkata pernyataan itu merujuk ke pengembalian pemilihan kepala daerah ataupun kepala negara lewat parlemen. Ia menilai anggapan itu salah kaprah dan berbahaya.
"Demokrasi di mana-mana berbiaya mahal, tapi pemilihan tidak langsung pun berbiaya mahal. Apakah tidak ada korupsi di DPRD? Banyak juga karena dia harus memberi suara anggota DPRD," tuturnya.
Dihubungi terpisah, pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai patut diduga pemerintah mengundur-undur pembahasan Pemilu dan Pilkada 2024. Namun, ia masih ingin melihat manuver Tito di rapat 16 September kelak.
"Kita lihat apakah ke depan ada lagi agenda yang lebih dipentingkan? Kalau begitu, patut kita menanyakan atau mencurigai bahwa ada kepentingan lain di balik penundaan itu," ucap Asrinaldi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (6/9).
Asrinaldi mengatakan Jokowi memang beberapa kali menolak wacana penambahan masa jabatan presiden. Ia berharap Jokowi berpegang teguh dengan pernyataan itu.
Meski begitu, Asrinaldi tidak menampik bahwa ada orang-orang di lingkaran Jokowi yang terus mendorong wacana itu. Misalnya, relawan Jokowi Mania yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027 karena alasan pandemi.
"Mereka tidak ingin nantinya kehilangan keuntungan yang didapatkan setelah Pak Jokowi tidak berkuasa. Mereka disebut roving bandit atau bandit-bandit pengembara kalau istilah Mancur Olson," ujarnya.
(Sumber: CNNIndonesia)