Analisis Hukum Kasus Ustadz Yahya Waloni
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H (Advokat)
Sebenarnya, Bareskrim Polri terlalu berani mengambil resiko melakukan proses hukum terhadap Ustadz Yahya Waloni mengingat konten yang dipersoalkan sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia. Diskursus mengenai otentisitas Bible, semestinya diselesaikan dalam diskursus intelektual dan akademis bukan dengan pendekatan kriminalisasi.
Jika kasus ini dipaksakan dilanjutkan, maka Jaksa Penuntut Umum harus menghadirkan sejumlah ahli untuk membuktikan dakwaannya. Sebagaimana diketahui, kasus ini disidik dengan pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA dan Delik penodaan agama berdasarkan pasal 156a KUHP.
Paling tidak, Jaksa harus menghadirkan sejumlah ahli yaitu:
Pertama, ahli IT untuk membuktikan apakah benar terpenuhi unsur 'menyebarkan' sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE. Dalam unsur ini, semestinya bukan ustadz Yahya Waloni yang dipersoalkan, tetapi pihak yang menyebarkan konten video.
Kedua, ahli bahasa untuk memberikan tafsiran tentang apa yang dimaksud dengan 'kebencian' dan 'permusuhan', juga menjelaskan apakah ungkapan 'Bible Fiktif bahkan Palsu' masuk kategori ungkapan atau frasa yang memenuhi unsur kebencian dan/atau permusuhan.
Ketiga, Ahli agama Kristen untuk memberikan pandangan para gerejawan Kristen tentang otentisitas Bible/Injil. Apakah, ada perbedaan pandangan diantara para pendeta tentang keaslian injil itu sendiri.
Keempat, Ahli agama Katolik untuk memberikan pandangan para gerejawan Katolik tentang otentisitas Bible/Injil. Apakah, ada perbedaan pandangan diantara para pendeta/Romo Katolik tentang keaslian injil itu sendiri.
Kelima, Ahli agama Islam untuk memberikan pandangan apakah aktivitas ustadz Yahya Waloni yang berceramah menjelaskan kitab selain al Qur'an tidak dijamin keasliannya, bukan Kalamullah, adalah termasuk dan terkategori aktivitas dakwah.
Ahli-Ahli Agama ini tidak boleh asal comot, melainkan harus ditunjuk dari organisasi agama yang representatif. Ahli Agama Islam harus dari MUI, agama Kristen dari PGI, agama katolik dari GKI.
Penulis membayangkan persidangan nantinya akan menjadi ajang mimbar dakwah kolosal. Semua masyarakat bisa hadir dan menyaksikan suatu persidangan yang dilakukan secara terbuka untuk umum.
Akan diketahui secara objektif, mana kitab suci yang benar-benar Kalamullah dan terjaga keasliannya, serta memberikan petunjuk jalan keselamatan. Selanjutnya, akan banyak umat manusia yang berbondong-bondong memeluk agama Allah SWT karena aktivitas ini.
Saat ini, penulis bersama Bang Eggi Sudjana dari TPUA telah ditunjuk sebagai kuasa hukum keluarga Ustadz Yahya Waloni melalui istri beliau. Semoga, saat perkara bergulir ke pengadilan penulis diberi kesempatan untuk mendampingi ustadz Yahya Waloni.
Penulis pasti akan sampaikan pertanyaan-pertanyaan tajam kepada semua ahli. Penulis, akan jadikan pengadilan sebagai mimbar dakwah. (*)