Tidak Banyak Pemimpin Seperti Buya Gubernur
Oleh: Miko Kamal (Legal Governance Specialist)
Buya Gubernur Mahyeldi diguguah. Media kelihatan sangat kompak. Baik media cetak, elektronik maupun media sosial. Banyak yang memberitakannya. Hampir semuanya bernada minor.
Soalnya sederhana saja. Buya Gubernur dan wakilnya Audy Joinaldy menggunakan haknya: menerima pembelian mobil dinas. Mobil dinas yang diterimanya sudah dianggarkan di APBD. One saya di kampung juga tahu, APBD dibuat dan disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah. Bukan buatan Pemerintah seorang. APBD juga tidak akan jadi-jadi jika tidak lolos evaluasi ketat Kementerian Dalam Negeri.
Saya mengamatinya dengan seksama. Terutama di sebuah group WA. Buya Gubernur dikatakan tidak punya sense of crisis. Di masa pandemi, Gubernur dan Wakil Gubernur kok membeli mobil. Mobil mahal lagi. Begitu kira-kira bungkusan isunya.
Seperti biasa, Buya Gubernur cenderung diam saja. Wartawan ada yang mewawancarainya. Buya menjawab apa adanya: mobil yang lama sudah rusak, remnya blong.
Jawaban itupun jadi mainan. Minyak goreng ditambah. Api kompornya semakin dibesarkan. Buya Gubernur jadi bulan-bulanan.
Saya tidak tahu persis mobil Gubernur memang sudah rusak atau tidak. Yang saya tahu, sejak menjabat, Buya Gubernur menggunakan mobil pinjaman. Salah seorang kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) meminjamkannya. Merek mobilnya Pajero. Sama dengan mobil yang baru dibelikan.
Dengan mobil pinjaman itulah Buya Gubernur wara-wiri melayani warganya. Dari ujung utara sampai ke selatan. Dari barat terus ke timur.
Sebagai pelayan rakyat, Buya Gubernur harus pandai-pandai membagi waktu. Dalam setiap kunjungan, banyak titik wilayah yang harus dikunjunginya. Mobilisasi menggunakan mobil yang bisa bergerak cepat kata kuncinya.
Suatu hari, saya diminta mendampingi Buya Gubernur, berkunjung ke kampung saya Pariaman. Sehari pentan saya bersama Buya Gubernur di mobil pinjaman itu. Mobil berlari sangat kencang dari satu tempat ke tempat lain. Rata-rata kecepatannya di atas 100 km/jam. 7 lokasi kami sambangi sehari itu. Medannya banyak yang berat: mendaki, menurun di jalan beraspal ataupun di jalan tanah berkerikil tajam. Berangkat pagi sekitar pukul 8.00 dari Padang, sampai lagi di Padang sekira pukul 9.00 malam. Rangkik-rangkik badan saya sampai di rumah.
Sekarang saya jadi paham. Mobil dinas pejabat serupa gubernur memang bekerja sangat keras melayani bosnya. Tidak sama dengan mobil saya yang hanya berputar-putar dari satu kantor ke kantor lainnya di tengah kota. Cocoklah saya menggunakan city car Sienta saja.
Dulu saya pernah mengusulkan, Buya Gubernur memakai Avanza saja. Biar kelihatan sederhana. Setelah tahu medan sebenarnya, saya cabut lagi usulan saya itu. Mobil yang membawa pelayan masyarakat memang seharusnya mobil yang tagok dan bertenaga besar.
Buya Gubernur bersikap cepat dan mengejutkan. Di luar dugaan saya dan banyak orang. Mobil dinas seharga 700 juta lebih itu diserahkannya kepada BPBD, untuk digunakan menangani Covid-19 yang masih menggila.
Buya Gubernur ditanya wartawan: mengapa mobil dinas itu diserahkannya. Buya ternyata mendengar suara rakyat, meskipun suara itu kecil saja. Beliau minta maaf, atas nama pribadi dan pemerintah Provinsi: karena beliau mengambil haknya, sebagian kecil rakyat jadi berpolemik.
Tidak banyak pemimpin seperti Buya Gubernur kita ini. Warga yang mau berterima kasih kepada Buya Gubernur, sila sampaikan. Sebab beliau sudah memberikan contoh baik kepada kita rakyatnya. Yang tidak juga tidak apa-apa. Yang terpenting, kita akhiri saja polemik kecil ini. Bekerja kita lagi mewujudkan Sumbar Madani yang Unggul dan Berkelanjutan.
Padang, 19 Agustus 2021