[PORTAL-ISLAM.ID] Sebuah kota di wilayah barat daya Afghanistan menjadi ibu kota provinsi pertama yang jatuh ke tangan Taliban semenjak kelompok militan ini melancarkan serangan besar-besaran awal tahun ini.
Para pejabat setempat mengatakan Taliban telah merebut Zaranj, di provinsi Nimroz, yang merupakan pukulan telak bagi pasukan pemerintah.
Kelompok pemberontak terus membuat kemajuan pesat di seluruh negeri ketika pasukan asing mundur.
Mereka menguasai kawasan pedesaan dan saat ini menargetkan kota-kota utama.
Kelompok Taliban mengklaim kemenangan di Zaranj - pusat perdagangan utama di dekat perbatasan Iran - dalam sebuah unggahan yang dibagikan di Twitter.
"Ini adalah permulaan, dan lihat bagaimana provinsi-provinsi lainnya segera jatuh ke tangan kita," kata seorang komandan Taliban kepada Kantor berita Reuters.
Beberapa ibu kota provinsi lainnya, yang saat ini berada di bawah tekanan, di antaranya Herat di wilayah barat, dan kota-kota di daerah selatan, seperti Kandahar dan Lashkar Gah.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, pada hari Jumat mengatakan perang di sana telah memasuki "fase baru, lebih mematikan, dan lebih merusak", dengan lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam sebulan terakhir.
Dia memperingatkan bahwa negara itu tengah menuju "malapetaka", dan meminta Dewan Keamanan PBB supaya mengeluarkan "pernyataan jelas bahwa serangan terhadap kota-kota harus dihentikan sekarang juga".
Kedubes AS Desak Warganya Segera Angkat Kaki dari Afghanistan
Meningkatnya kekerasan di Afghanistan membuat Amerika Serikat (AS) mendesak seluruh warganya untuk meninggalkan negara itu.
Kedutaan Besar AS di Kabul pada Sabtu (7/8/2021) mengeluarkan peringatan kepada warga Amerika untuk segera meninggalkan Afghanistan dengan alasan masalah keamanan.
"Kedubes AS mendesak warga AS untuk segera meninggalkan Afghanistan menggunakan opsi penerbangan komersial yang tersedia mengingat kondisi keamanan dan pengurangan staf," ujar kedutaan, seperti dikutip Sputnik.
Berdasarkan perintah Departemen Luar Negeri pada 27 April, staf Kedubes AS di Kabul yang dapat bekerja dari jarak jauh sudah meninggalkan Afghanistan. Akibat pengurangan staf, terjadi hambatan bantuan tepat waktu kepada warga AS dalam situasi darurat.
Dalam pernyataannya, kedubes menyoroti ancaman berupa kejahatan, terorisme, kerusuhan sipil, penculikan, konflik bersenjata atas peringatan tersebut.
Afghanistan mengalami lonjakan kekerasan karena Taliban meningkatkan tindakan ofensif sejak pasukan asing memulai penarikannya. Penarikan itu diatur dalam perjanjian yang ditandatangani Taliban dan AS di Doha pada Februari 2020.
(Sumber: Reuters, BBC, Sputnik)