[PORTAL-ISLAM.ID] Jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban secara otomatis mengalihkan penguasaan atas kekayaan mineral tambang di negara itu. Potensi ekonominya bahkan mencapai 1 triliun dollar AS atau setara Rp 14.400 triliun (kurs Rp 14.400).
Afghanistan sendiri dikenal sebagai negara yang terkurung daratan (landlock). Wilayahnya didominasi pegunungan dan gersang. Namun, di balik itu, Afghanistan juga menyimpan kekayaan alam yang luar biasa.
Keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan telah menyita perhatian dunia. Selain kejadian itu, ada satu hal yang cukup disorot yakni adanya harta karun di negara itu berupa tambang mineral yang nilainya US$ 1 triliun atau Rp 14.400 triliun (kurs Rp 14.400).
Lalu sejak kapan harta karun itu ditemukan?
Melansir New York Times, tambang mineral itu pertama kali ditemukan oleh pihak Amerika Serikat (AS) di 2010. Tambang itu berisi deposit litium dan kobalt, keduanya merupakan komponen utama dalam baterai kendaraan listrik, emas, tembaga, dan bijih besi.
Menurut para ahli geologi AS nilai kandungan mineral itu jauh melampaui cadangan yang diketahui sebelumnya. Tambang itu diyakini bisa mengubah nasib ekonomi Afghanistan. Bahkan para pejabat AS percaya Afghanistan bisa menjadi pusat dunia pertambangan.
Dalam memo internal di Pentagon bahkan menyatakan bahwa Afghanistan dapat menjadi "Saudi Arabia of lithium".
Tambang mineral jumbo di Afghanistan itu ditemukan oleh tim kecil dari pejabat Pentagon dan ahli geologi Amerika. Meskipun dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan industri pertambangan, potensinya sangat besar. Para pejabat dan eksekutif di industri tersebut percaya bahwa hal itu dapat menarik investasi besar dan mampu membuka lapangan pekerjaan yang cukup luas.
Nilai dari deposit mineral yang telah ditemukan itu diyakini pula bisa mengubah motor ekonomi Afghanistan yang selama ini digerakkan oleh produksi opium, perdagangan narkotika serta bantuan dari AS dan negara sekutu. Produk domestik bruto (PDB) Afghanistan sendiri hanya sekitar US$ 12 miliar.
Jauh sebelumnya, yakni pada tahun 2004, ahli geologi AS dikirim ke Afghanistan sebagai bagian dari upaya rekonstruksi yang lebih luas. Tujuannya untuk menemukan serangkaian grafik dan data lama yang menarik di perpustakaan Survei Geologi Afghanistan di Kabul yang mengisyaratkan deposit mineral utama di negara itu.
Mereka segera mengetahui bahwa data telah dikumpulkan oleh para ahli pertambangan Uni Soviet yang sejak perang dingin menguasai Afghanistan pada 1980-an. Namun data itu dibuang begitu saja ketika Uni Soviet menarik diri pada 1989.
Selama kekacauan tahun 1990-an, ketika Afghanistan terperosok dalam perang saudara dan kemudian diperintah oleh Taliban, sekelompok kecil ahli geologi Afghanistan melindungi peta tersebut dengan membawanya pulang. Lalu ketika terjadi invasi AS dan Taliban terusir, data peta mineral itu dikembalikan ke perpustakaan Survei Geologi pada tahun 2001.
(detikcom)