Taliban, Ashraf Ghani, dan Perubahan Kebijakan Uni Emirat Arab
Oleh: Pizaro | Jurnalis dan Peneliti Center for Islam and Global Studies
Keberadaan mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani terkonfirmasi sudah. Dalam penjelasannya secara virtual, Ghani menyatakan dirinya dan keluarga kini berada di Uni Emirat Arab (UEA).
Ghani mengaku terpaksa melarikan diri untuk menghindari pertumpahan darah setelah Taliban telah berhasil menguasai Kabul. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri UEA menerima kehadiran Ghani dengan "alasan kemanusiaan.”
Sebelumnya, kantor media Afghanistan melaporkan bahwa UEA menawarkan kepada Ghani tempat tinggal pasca masuknya Taliban ke Kabul.
Shifting Policy UEA di Afghanistan
Pada tahun 90-an, bersama dengan Pakistan, hanya Arab Saudi dan UEA yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban di Kabul.
Hubungan di antara mereka juga tetap hangat hingga tragedi 9/11.
Namun setelah 9/11, UEA mengubah kebijakannya. Mereka mulai menindak para ekstremis dan memastikan bahwa Taliban tidak berkembang di negaranya.
Hal yang paling signifikan adalah UEA menjadi satu-satunya negara Arab yang mengirim pasukan untuk mendukung pemerintahan Kabul bersama pasukan AS dan NATO setelah serangan WTC.
UEA mempertahankan kehadiran militer kecilnya di Afghanistan sejak 2003 menyusul invasi AS pasca-9/11 dan narasi “War on Terror”.
Pasukan UEA baru pulang ke negaranya pada tahun 2016, namun negara teluk itu terus mendanai proyek bantuan kepada pemerintah Kabul.
Uni Emirat Arab bukanlah tempat yang baru bagi para pejabat pemerintah Afghanistan yang didukung Amerika Serikat.
Juan Cole, profesor sejarah Timur Tengah dan Asia Selatan di Universitas Michigan, sudah menyoroti Uni Emirat Arab sebagai tempat pelesiran para pejabat Afghan.
Menurut Cole, kesalahan para petinggi Amerika Serikat ialah membiarkan para para elite Afghanistan melakukan korupsi.
Mereka, terang Cole, telah banyak menipu warganya dan membeli pulau-pulau mewah di sekitar Dubai dengan uang, bahkan menggelapkan uang dari bank sentral Afghanistan Da Kabul Bank.
“Pada tahun 2008 Bank Da Kabul runtuh dan menyisakan warga yang mengantre panjang sebelum cabang bank-bank itu mencairkan tabungan mereka,” kata Cole.
Setelah jatuhnya kekuasaan Taliban pada 2001, Afghanistan dan Uni Emirat Arab menjalin hubungan bilateral yang sangat kuat dalam bidang ekonomi, pembangunan dan juga militer.
Mantan Presiden Hamid Karzai, Kepala Pemerintahan Transisi Afghanistan saat itu, bersama delegasi tingkat tinggi melakukan kunjungan resmi ke UEA pada tahun 2002, untuk mencari bantuan rekonstruksi dan rehabilitasi bagi Afghanistan yang dilanda perang.
Selama perjalanan ini, UEA memberikan bantuan USD35 juta yang telah dijanjikan dalam Konferensi Donor Tokyo pada awal 2002.
Menyadari pentingnya hubungan dengan UEA, pemerintah Afghanistan menunjuk Duta Besar penuh pertamanya untuk UEA pada bulan Oktober 2004. Abdul Farid Zikria menyerahkan mandatnya sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh kepada Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Khalifa Bin Zayed Al-Nahyan pada 7 Februari 2005.
Pada era selanjutnya, Presiden Ashraf Ghani mengungkapkan kebahagiaannya atas kunjungannya ke UEA pada Maret 2019 dan memuji upaya negara itu mendukung rakyat Afghanistan melalui beragam program pembangunan di seluruh Afghanistan.
Kedua belah pihak menegaskan upaya negara mereka untuk mengembangkan hubungan bilateral di berbagai bidang kerja sama yang melayani kepentingan bersama dan berkontribusi pada pembangunan dan stabilitas di kawasan.
Bantuan UEA Perangi Taliban
Selain hubungan ekonomi, UEA juga membantu pemerintah Afghanistan untuk meningkatkan kapasitasnya dalam memerangi Taliban.
Afghanistan telah menerima tawaran dari Uni Emirat Arab untuk meningkatkan kehadirannya dalam melatih pasukan Afghanistan memerangi gerilyawan, kata pejabat senior pemerintah.
Di bawah perjanjian kedua negara, pasukan UEA akan melatih pasukan elit Afghanistan untuk mengambil bagian dalam operasi khusus yang menargetkan para anggota Taliban.
Saat itu, Taliban sudah mulai menguasai wilayah-wilayah Afghanistan yang tidak mampu dibendung oleh Kabul.
Pemerintah Afghanistan menyadari dengan jumlah pasukan asing sekitar 15.600 berbanding 140.000 pada tahun 2014, hanya ada sedikit harapan untuk kemenangan negaranya melawan Taliban.
Pada 2014, Presiden AS Barack Obama memutuskan untuk angkat kaki guna fokus memerangi Daesh di Suriah.
Kekhawatiran UEA
Tentu banyak negara-negara Arab terus mencermati perkembangan di Afghanistan. Perkembangan terbaru di Afghanistan akan memiliki dampak bagi negara-negara Teluk, terutama dalam bidang keamanan.
Terlebih Taliban adalah mitra Qatar yang telah menjadi pesaing tradisional Uni Emirat Arab di kawasan.
Elliott Abrams, senior fellow kajian Timur Tengah di Council on Foreign Relations di Washington, menyampaikan apa yang terjadi di Afghanistan akan memperdalam kesan di antara pemerintah Arab bahwa mereka tidak dapat mengandalkan AS untuk melindungi keamanan mereka seperti dulu.
Negara-negara Arab juga juga melihat penurunan kesediaan Amerika untuk menggunakan kekuatannya demi melindungi kepentingan AS dan melindungi sekutu AS.
Hal ini dapat terlihat ketika kegagalan pemerintahan Biden gagal merespons serangan pesawat tak berawak Iran terhadap kapal komersial Mercer Street di Laut Arab bulan lalu, yang menewaskan dua anggota awak kapal.
UEA juga kini khawatir perjanjian Abraham Accords yang ditandatangi bersama Israel atas broker AS dapat bergerser jika melihat gestur politik luar negeri AS terkini.
Mengapa ini penting? Karena UEA tengah menarik diri dari ketergantungan ekonomi pada minyak dan mendiversifikasi portofolio ekonominya untuk mempersiapkan ekonomi global dan tatanan politik yang berkembang pesat.
Selama beberapa tahun terakhir, UEA telah menjadi pusat keuangan utama di kawasan ini, menarik sejumlah besar perdagangan, bisnis, dan investasi dari seluruh dunia, dan memposisikan dirinya sebagai 'Singapura di Timur Tengah.'
Kini, 2021, hanya ada sedikit peran bagi UEA untuk bermanuver di Afghanistan sebagaimana yang terjadi pada 2001. Perubahan politik di Afghanistan dapat mengubah geopolitik dan ekonomi UEA di kawasan. Apalagi jika tren penarikan sektor keamanan Biden merambah ke Teluk.(*)