Oleh: Ahmad Khozinudin (Advokat Muslim)
Baru saja penulis mendapat kabar, Syahganda Nainggolan batal bebas karena ada 'intervensi'. Masa tahanan 10 bulan yang habis, yang demi hukum harus keluar tahanan Bareskrim Polri diganjal oleh 'Surat Sakti' dari Mahkamah Agung.
Kenapa sakti? Ya, karena dengan surat yang menetapkan penahanan Syahganda Nainggolan, pembebasannya batal. Syahganda persis mengalami nasib sama dengan Habib Rizieq Shihab. HRS di intervensi Pengadilan Tinggi, sedangkan Syahganda di intervensi Mahkamah Agung.
Semestinya, kewenangan menahan itu hanya ada di tingkat Pengadilan Negeri. Tugas Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung hanya mengadili perkara dengan pilihan vonis: Menolak, Menguatkan, atau Mengadili sendiri.
Tapi sekarang, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung turun derajat dengan mengerjakan pekerjaan Pengadilan Negeri, yakni menetapkan penahanan terhadap terdakwa. Kalau bukan karena ada intervensi penguasa, hal yang seperti ini mustahil terjadi. Ini sama saja melecehkan wibawa Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Di Era hukum suka suka penguasa, kabar seperti ini tidak aneh. Hukum bukan untuk keadilan, bukan untuk kepastian, bukan untuk ketertiban. Hukum untuk melayani kehendak penguasa.
Syahganda dianggap sebar hoax dan menerbitkan keonaran. Pasal karet yang hanya menjepret aktivis, tapi tak bertaji menjerat Akidi yang sebar hoax 2 triliun. Apalagi menjerat Mukidi si Raja Hoax dengan duit 11.000 triliun nya.
Entahlah, sampai kapan ketidakadilan dan penindasan ini berakhir. Kekuasaan telah digunakan untuk menzalimi rakyat sendiri, dan membiarkan asing-aseng berebut kekayaan negeri ini.
Padahal, sudah kangen sekali tulisan Syahganda Nainggolan. Dulu, selain Derek Minangka (alm), Naniek S Deyang, Hersubeno Arief, Zheng Wei Jian, Asyari Usman, tulisan Syahganda Nainggolan sering dinikmati Netizen.
Sekarang, Hersubeno Arief berkurang intensitas menulis, bermigrasi ke dunia YouTube. Zheng hilang dari peredaran. Namun muncul Rizal Fadillah dan Tarmidzi Yusuf.
Dunia tulis-menulis tidak pernah sepi, selalu ada yang datang lagi untuk mengisi ruang-ruang yang kosong. Absennya Syahganda Nainggolan, tetap saja dirindukan oleh siapapun yang sering membaca tulisannya.
Sabar wahai Syahganda Nainggolan, mereka hanya bisa berbuat sesukanya di dunia. Di akhirat kelak, Allah SWT akan mengadili kembali seluruh perkara dengan seadil-adilnya.
Namun sebelum peradilan akhirat, saya bersumpah akan menumbangkan kekuasaan zalim, dan mengadilinya di dunia, memberikan hukuman setimpal sebelum kelak Allah SWT memberikan balasan yang lebih pedih di akhirat. Tidak ada kekuasaan yang abadi, ajal kekuasaan pasti tiba pada waktunya.(*)