[Catatan Ilham Bintang]
AKSI protes sekitar 20 orang yang mengaku warga Taman Villa Meruya, Jakarta Barat, Jum'at (27/8/2021) siang, hingga kini masih menjadi bahan perbincangan hangat sebagian warga di komplek itu.
Ketua Panitia Masjid At Tabayyun, Marah Sakti Siregar memuji Gubernur DKI Anies Baswedan yang secara khusus menemui, dan berdialog dengan mereka. Pertemuan singkat tapi berakhir manis. Pengunjuk rasa meminta foto bersama dan selfie dengan Anies.
“Saya mendampingi Pak Anies waktu menemui mereka. Pertanyaannya tidak ada yang baru. Mengulang-ulang saja seperti hal di awal yang mereka soal. Semuanya sudah jadi materi gugatan mereka di PTUN," kata Marah Sakti Siregar.
Menurut tenaga ahli Dewan Pers itu, penggugat sebenarnya tidak banyak. Dari dulu itu-itu saja orangnya. Tapi, mereka selalu mengklaim seolah didukung oleh seluruh warga TVM. Dalam gugatan mereka sendiri klaimnya dapat kuasa dari 292 warga. Tapi itu kini menjadi masalah hukum kemudian, ada warga mengadu ke Polda Metro Jaya karena namanya dimanipulasi sebagai penggugat, padahal tidak. Laporan Polisi bernomor LP/B/4.058/VIII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya 20 Agustus 2021 mengadukan dugaan Hartono SH dan sepuluh Ketua RT TVM melanggar Pasal 263 KUHP Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang ancaman hukumannya 6 (enam) tahun.
Kilas Balik
Dalam wawancara Minggu ( 29/8/2021) pagi sambil jogging keliling komplek TVM, Sakti menunjukkan hanya sekitar 30 rumah yang pasang spanduk yang isinya sama seperti gugatan mereka di PTUN. Sedangkan komplek TVM dihuni 527 KK atau sekitar 2000 jiwa. Warga Muslim sekitar 300 orang yang solid mendukung pembangunan Masjid.
Belum termasuk asisten rumah tangga (ART) sekitar 500 orang (muslim) -- dengan asumsi satu KK satu ART. Belum supirnya. Kebanyakan warga itulah yang sudah dua hari ini mengolok-olok aksi unjuk rasa yang dianggap hanya numpang tenar berfoto dengan Gubernur DKI.
Dalam foto, wajah mereka tampak sumringah sambil mengangkat jempol dalam formasi mengapit Anies. Bahkan ikut berbaur bersama warga Muslim melepas rombongan Anies meninggalkan lokasi acara dengan elu-eluan panjang.
Batu Pertama At Tabayyun
Jumat (27/8/2021) siang Gubernur DKI Anies Baswedan bersama Ketua MUI KH Miftachul Akhyar (diwakili DR Ihsan Abdullah, Wasekjen MUI) meletakkan batu pertama dan menandatangani prasasti pembangunan Masjid At Tabayyun.
Di dalam momen acara itulah 20 pengunjuk rasa damai menggelar spanduk dan poster. Kelihatan ramai karena bercampur dengan warga Betawi asli dari keliling komplek TVM. Mereka datang dan menonton aksi itu. Mungkin disangka sebuah karnaval, bagian dari acara panitia.
“Alhamdulilah, anak saya kebagian disorot TV," aku seorang warga Meruya.
Ambigu
Seperti halnya Anies, Marah Sakti pun tidak memasalahkan aksi unjuk rasa itu. Dia menganggap itu bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspressi di alam demokrasi. Malah, mantan Redaktur Majalah Tempo itu senang karena penggugat kembali memperlihatkan sikap ambigunya. Penggugat dimaksud adalah para Ketua RT. Bukannya menengahi perbedaan pendapat malah memprovokasi warga menentang gubernurnya.
“Di Indonesia, hanya di TVM Ketua RT menjadi partisan, atau pencetus pembangkangan kepada pemerintah. Mereka saja yang sibuk kemarin, warga yang dibawa-bawa namanya tidak muncul,” ungkap Marah.
Ada RT Susanto dan bersama wanita yang mengaku dari PSI kepada petugas, ditolak ketika memaksa mau masuk di area ibadah. Entah apa maksudnya. Yang pasti, bukan untuk Salat Jumat.
Bukan Menyoal Masjid
Sekretaris RW 001 TVM, Ir Ridwan Susanto, yang memimpin unjuk rasa kemarin menyatakan kepada wartawan bahwa yang mereka soal bukan masjid. Tapi tidak ada sosialisasi kepada seluruh warga sebelumnya. Hal lain, kata Manager Bank Asing HSBC itu, lahan yang digunakan masjid adalah ruang terbuka hijau.
Menanggapi itu, Marah menceritakan sosialisasi pertama terjadi 3 November 2019. Acara yang dipimpin oleh Ketua RW Irjen pol DR Burhanuddin Andi dihadiri semua Ketua RT. Hari itu berhasil dicapai kesepakatan. Pihak yang menginginkan masjid dibangun di areal yang mereka maui silahkan memproses izinnya masing-masing.
Mayoritas RT menginginkan lokasi 312 m2 di dekat St John. Mereka janji akan ajukan tambahan 1000 m2. Pihak Panitia Masjid memilih lokasi di tempat sekarang yang seluas 1.078 m2. Ketua RW bikin aturan: Pihak yang bisa menyelesaikan perizinnya lebih dulu, itulah yang kita akan tetapkan. Sedangkan yang lain harus legowo dan ikhlas menerima. Rapat itu ada absensinya, notulennya, dan foro-foto pada waktu itu.
“Jadi, tidak ada masalah, kan? Namun, mereka tidak memproses izin. Belakangan kita ketahui, yang dilakukan sibuk mengirim surat ke berbagai instansi mencegat kami. Lalu mengeluh, suratnya tidak ada yang merespons. Begitu tahu kami dapat izin dan rekomendasi dari instansi yang sama yang mereka kirimi surat, langsung kalap. Bukannya konsisten pada kesepakatan 3 November 2019, tahu- tahu layangkan gugatan ke PTUN. Yang, apa boleh buat kita harus terima kenyataan itu dengan mengikuti persidangan,” papar Sakti.
Hakim PTUN: Silahkan Bangun
Gugatan Para Ketua RT itu didaftarkan di PTUN 30 Maret 2021. Persidangan berlangsung sejak April hingga 23 Agustus. Keputusan hakim akan disampaikan Senin, 30 Agustus.
Pada persidangan tatap muka pertama 27 Juli lalu, Ketua Majelis Hakim DR Andi Muh. Ali Rahman menerangkan posisi hukum Masjid At Tabayyun. SK Gubernur No 1021/2020 tanggal 9 Oktober dan izin lain termasuk rekomendasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) adalah payung hukum yang sah dan berlaku, sampai ia dibatalkan pengadilan. Sedangkan PTUN hingga kini belum memutuskan apa-apa.
Saat Tergugat II Marah Sakti Siregar menanyakan ihwal itu di persidangan, jawaban sama didampaikan Hakim DR Ali Rahman.
“Kalau sudah mengantongi semua izin silahkan bangun. Kalau pun, nanti panitia kalah, Anda bisa naik banding. Demikian juga sebaliknya Pengugat. Kalau gugatan ditolak, Banding lagi. Kalah lagi, lanjut ke kasasi. Demikian seterusnya. Proses hukum itu memang panjang dan lama," kata Andi Rahman.
Pengunjuk rasa juga menyoal itu kemarin. Kenapa pembangunan sudah dimulai sedangkan putusan PTUN belum ada?
“Itu dia, kasihan kan mereka sudah kepanasan berjemur matahari tapi tidak diberikan informasi yang benar dari kuasa hukum dan ketua RT nya,” prihatin Sakti.
Menurut pengakuan Marah, pihaknya sebenarnya cukup lelah menghadapi Penggugat itu. Ikut sidang tapi tidak menyimak jalannya sidang. Belum lagi menghadapi sikap ambigunya. Kepada media Pengugat selalu mengatakan yang mereka gugat bukan masjid. Tapi jejak digitalnya tersimpan, mereka gugat masjid.
Terbukti dalam somasi yang dilayangkan kuasa hukumnya pada 15 April 2021. Untuk kebutuhan beribadah Salat Taraweh di bulan Ramadhan lalu, Panitia Membangun Tenda Arafah di areal yang izinnya sudah dikantongi. Kuasa Hukum Penggugat mengultimatum Panitia Masjid membongkar tenda itu dalam waktu 3 X 24 jam. Nyaris saja rumah kuasa hukum dan Ketua RT digeruduk massa waktu itu.
Ambigu yang lain, mereka telah menempuh saluran hukum lewat PTUN. Namun, menjelang peletakan batu pertama pembangunan masjid, ada Ketua RT menginstruksikan lewat WAG agar pendukungnya memasangi rumahnya spanduk-spanduk yang isinya, seperti sudah disebut, sudah menjadi materi gugatan.
Pas hari H momen peletakan batu pertama, Jumat siang, Ketua-Ketua RT itu mengomando lagi warganya untuk bikin aksi damai. Di depan wartawan narasinya aksi damai.
Namun, di balik itu terekam lewat WAG, sekurangnya di WAG Warga RT 001 Ketua RT Andi Wijijanto mengintimidasi warganya agar bergerak menentang kunjungan Gubernur DKI Anies Baswedan meresmikan masjid.
Selain provokasi dan agitasi, terekam juga di WAG itu ujaran kebencian kepada Muslim yang dilakukan oleh pengurus RT atas nama Dendy Jo. Kata "gabener" dan “kadrun" yang dulu digunakan PKI mengagitasi rakyat sebelum G-30-S meletus, berhamburan di situ.
Sabtu pagi, WAG bermasalah itu ditutup oleh Dendy Jo, sekaligus “menendang” ke luar delapan membernya. Menurut informasi warga itu sedang menyiapkan laporan polisi dugaan pelanggaran UU ITE oleh Andi Wijianto dan Dendy Jo.
“Ya, saya sudah dihubungi warga untuk menemani mereka melapor ke Polda Metro Jaya. Nanti sore saya koordinasi dengan mereka,” kata lawyer Jamaluddin Mahmud, SH. Namun, ketika ditanya, Jamal tidak bersedia menyebut nama warga yang menghubunginya. [RMOL]