[PORTAL-ISLAM.ID] Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan langkah Pimpinan KPK era Firli Bahuri yang menerbitkan Peraturan Pimpinan (Perpim) KPK Nomor 6 Tahun 2021, tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK. Febri menyebut, KPK kini semakin sangat menyedihkan.
“Semakin banyak hal menyedihkan yang terjadi di KPK era baru saat ini,” kata Febri dikonfirmasi, Senin (9/8).
Pegiat antikorupsi ini menuturkan, alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin memperkuat bukti, revisi UU KPK yang menggeser lembaga antirasuah ke ranah eksekutif. Dia menyebut, pegawai KPK yang beralih status menjadi ASN dinilai sangat berdampak melemahkan sistem KPK.
“Perubahan-perubahan yang terjadi semakin menjauhkan KPK dari semangat awal ketika lembaga antikorupsi ini dibangun,” ujar Febri.
Koordinator Visi Integritas ini menyebut, terdapat beberapa prinsip yang semakin pudar dan bahkan bisa hilang dari KPK. Dia memandang, perjalanan dinas seharusnya bukan untuk mencari penghasilan tambahan, serta harus menghindari celah sekecil apapun bagi pimpinan dan pegawai KPK untuk menerima fasilitas dari pihak pengundang atau penyelenggara.
“Seharusnya semangat agar aturan yang diterapkan di KPK dapat menjadi contoh bagi instansi lain,” papar Febri.
Dia mengutarakan, perubahan yang terjadi saat ini perlu dilihat sebagai rangkaian dari perubahan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas pada Peraturan Pimpinan di KPK era baru ini.
“Perubahan awal adalah tentang prinsip at cost yang tidak hanya berlaku bagi pegawai, tapi juga Pimpinan KPK saat itu, sekarang sudah berbeda. KPK sudah sangat berbeda saat ini,” sesal Febri.
Terkait hal ini, sebelumnya pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, setelah beralihnya status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada 1 Juni 2021, maka lembaga antirasuah perlu melakukan berbagai harmonisasi aturan yang berlaku secara umum di ASN, salah satunya terkait perjalanan dinas.
KPK telah menerbitkan Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi tertanggal 30 Juli 2021.
“Dalam Perpim dimaksud, disebutkan antara lain perjalanan dinas dalam rangka untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (8/8).
Ali menjelaskan, jika pegawai KPK menjadi narasumber untuk menjalankan tugas-tugas KPK, tidak diperkenankan menerima honor. Namun demikian dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biayanya, maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran KPK.
“Dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda,” tegas Ali.
Dengan demikian, lanjut Ali, berdasarkan Perpim tersebut, sistem perjalanan dinas KPK kini bisa mengakomodir adanya pembiayaan kegiatan bersama yang dibebankan antar lingkup ASN, yakni dengan kementerian maupun lembaga.
Dalam kegiatan bersama, kata Ali, KPK bisa menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait, dan sebaliknya. Dia menegaskan, peraturan ini tidak berlaku untuk kerjasama dengan pihak swasta.
“Biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional kegiatan, bukan gratifikasi apalagi suap,” ujarnya.
Sharing pembiayaan ini, menurut Ali, mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala, karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak. Padahal, program tersebut sangat penting untuk tetap bisa dilakukan secara optimal.
“Penting juga dipastikan tidak adanya pembiayaan ganda dalam kegiatan bersama tersebut,” pungkas juru bicara KPK bidang penindakan ini.(jpc/fajar)