[PORTAL-ISLAM.ID] Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Harun Al Rasyid, mengatakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak sepenuhnya bergantung pada penyadapan alat komunikasi atau ponsel para pelaku korupsi.
Ia menjelaskan penyadapan ponsel pelaku korupsi hanya memiliki persentase kecil. Pernyataan ini merespons Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, yang mengatakan OTT terjadi jika pelaku ceroboh menggunakan ponsel.
"Metode penyadapan HP itu hanya memainkan peran tidak lebih dari 10 persen. Justru keandalan informan itu memainkan peran 50 persen untuk pembungkusan [red, penangkapan]. Teknik lainnya juga masih banyak yang punya peran signifikan," ujar Harun kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Rabu (25/8).
Sebelumnya, Alex mengungkapkan OTT terjadi jika pelaku korupsi ceroboh menggunakan alat komunikasi. Pernyataan itu disampaikan Alex menjawab OTT yang sedikit sepanjang semester I tahun 2021.
Dalam periode 6 bulan ini, lembaga antirasuah hanya menggelar satu kali OTT yakni terkait kasus yang menyeret Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah.
"OTT ini tergantung pada kecerobohan dari pengguna HP tersebut, ketidakhati-hatian mereka, sehingga mereka kelepasan ngomong dan kemudian bisa diikuti dan seterusnya," ujar Alex dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/8).
Ia menyampaikan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kondisi Covid-19 turut menghambat kerja-kerja KPK, tak terkecuali bidang penindakan dan eksekusi.
Harun sendiri merupakan penyelidik KPK yang dinonaktifkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) pimpinan KPK Nomor 652 tahun 2021. Ia dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) karena disebut tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Pada 2018, Ketua KPK Firli Bahuri yang saat itu menjabat Deputi Penindakan menjuluki Harun sebagai 'raja OTT'. Itu disebabkan karena pada tahun tersebut KPK gencar melakukan OTT.[cnn]