[PORTAL-ISLAM.ID] Seorang politikus senior Afghanistan dan aktivis perdamaian telah meminta masyarakat internasional dan kekuatan regional memberikan kesempatan kepada Taliban memerintah Afghanistan demi perdamaian dan stabilitas.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency, Fazl Hadi Wazin, yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden tahun lalu, mengatakan ada harapan perdamaian di negara yang lelah perang dan aktivitas terorisme itu.
Menurut dia, mengisolasi pemerintah Taliban berarti mengabaikan negara berpenduduk 35 juta orang dan "menggiring negara itu kembali ke terorisme".
Perkembangan dalam beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa Afghanistan berada di "persimpangan jalan".
"Memang ada kemungkinan untuk memulihkan stabilitas dan mengantarkan Afghanistan ke era baru. Namun, itu semua bergantung pada kerja sama Taliban dan aktor lainnya,” kata Wazin.
Dia memperkirakan Taliban akan memasukkan individu-individu dari latar belakang etnis yang beragam dalam pemerintahan, tetapi juga sekaligus mempertahankan kendali atas lembaga-lembaga besar.
Politikus itu mengatakan proses perdamaian Doha antara Taliban dan pemerintah Kabul yang dimulai tahun lalu "kini otomatis mandek setelah Taliban berkuasa".
Wazin, yang juga seorang guru besar di Universitas Kabul, berpendapat bahwa “Taliban 2.0” sangat jauh dari sosok mereka sebelumnya, yang dilihat dunia pada 1996 hingga 2001.
Dia mengklaim bahwa pemimpin politik Taliban belajar banyak dalam 20 tahun terakhir dan telah beradaptasi dengan perubahan karena masyarakat Afghanistan telah berkembang secara dramatis selama periode waktu yang sama.
“Dua puluh tahun silam, hanya ada tiga atau empat universitas di Afghanistan. Sekarang ada lebih dari 100 universitas swasta dan ribuan alumni universitas. Ada banyak perubahan positif di Afghanistan, salah satunya ialah generasi muda di Afghanistan yang melek internet dan aktif di media sosial," jelas Wazin.
Menguji Taliban
Politikus itu mendesak masyarakat internasional menguji Taliban daripada menolak mereka mentah-mentah.
Menurut Wazin, sikap Taliban kini lebih terbuka terhadap fotografi, video, dan media massa. Mereka kini bisa menyerap kritik.
Taliban juga berupaya menunjukkan sikap liberal terhadap perempuan Afghanistan, Taliban sudah berjanji mengizinkan mereka bekerja, memperoleh pendidikan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Setidaknya dalam beberapa hari terakhir, mereka telah mencoba menunjukkan pendekatan baru ini melalui tindakan daripada sekadar kata-kata.
"Taliban tidak bisa dinilai hanya dari tindakan mereka dalam dua dekade terakhir," kata Wazin merujuk pada perlawanan mereka terhadap Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya ketika pemerintah mereka digulingkan di Afghanistan pada November 2001.
Setelah konflik yang berlarut-larut selama empat dekade, dimulai dari invasi Uni Soviet pada 1979, Afghanistan kini memiliki peluang yang adil untuk menuju ke arah yang benar dan stabil.
Namun, dia juga memperingatkan bahwa jika kepemimpinan Taliban, para pemimpin organisasi politik dan jihad, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi, tidak mengakui tanggung jawab mereka untuk Afghanistan, dia yakin Afghanistan akan berakhir tanpa tujuan yang jelas.
Politikus senior itu kemudian menyalahkan kegagalan pemerintah Afghanistan pimpinan Presiden Ashraf Ghani, yang memungkinkan Taliban dengan cepat mengambil alih ibu kota provinsi satu per satu, mengejutkan seluruh dunia.
Dia mengecam pemerintah Ghani karena tidak menganggap serius perundingan damai intra-Afghanistan.
"Ghani berusaha untuk menunda pembicaraan dengan Taliban dengan menekan AS untuk mendukung pemerintahannya, yang akhirnya gagal," imbuh Wazin.
Tantangan utama
Memberikan keamanan bagi orang-orang Afghanistan, memulai proses rekonsiliasi sosial, memperhatikan situasi ekonomi, menormalisasi hubungan dengan negara-negara tetangga dan masyarakat internasional, dan menjamin kebebasan berekspresi di media Afghanistan adalah beberapa tantangan utama yang dia identifikasi untuk pemerintahan Taliban di masa depan.
“Berjuang (mengusir penjajah asing) adalah satu hal, tetapi memerintah adalah hal lain, sehingga mereka akan membutuhkan banyak fleksibilitas, kecerdasan, dan pengendalian diri," kata politikus itu.
Pada Minggu (15/8/2021), Taliban telah sepenuhnya menguasai Afghanistan, ditandai dengan jatuhnya Kabul, ibu kota Afghanistan, ke tangan kelompok itu.
Presiden Ashraf Ghani dan pejabat penting lainnya kemudian melarikan diri dari Afghanistan.
Pada Senin, gelombang kepanikan dan kekacauan meletus di bandara di Kabul, karena warga Afghanistan yang putus asa berusaha melarikan diri dari negara itu.
(Sumber: Anadolu)