Oleh: Ustadz Wira Bachrun
Coba mereka-reka perjalanan sahabat Salman Al Farisi radhiyallahu anhu mencari hidayah, dari satu uskup ke uskup lainnya dengan jarak ratusan bahkan ribuan kilo, masyaAllah. Sampai beliau Allah pertemukan dengan sosok Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Mencari dan menjaga hidayah terkadang butuh perjuangan ya ikhwah. Jangan gampang menyerah kepada tantangan yang menghadang.
Pencarian panjang Salman Al-Farisi untuk menemukan kebenaran telah melewati perjalanan yang berliku. Hingga akhirnya, ia menemukan kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang membuatnya memeluk Islam.
Dikutip dari buku berjudul "Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman Al-Farisi" karya Dr Saleh as-Saleh, Salman dikatakan menceritakan kisahnya kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad yang bernama Abdullah bin Abbas. Abdullah kemudian menceritakan kisah seorang Salman itu kepada yang lainnya.
Salman adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari bangsa Persia, yaitu dari sebuah desa bernama Jayyun di kota Isfahaan. Ayahnya adalah seorang kepala desa. Karena sikap baiknya kepada sang ayah, Salman dipercaya ayahnya untuk mengawasi api yang dia nyalakan. Demikianlah, ayah Salman adalah seorang Majusi yang menyembah api.
Suatu hari, ayahnya memintanya untuk pergi ke tanah miliknya dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Namun dalam perjalanan menuju tempat yang dituju, ia mendengarkan suara orang-orang yang tengah ibadah di dalam gereja Nasrani. Selama hidupnya, Salman memang dibatasi ayahnya dari dunia luar. Rasa penasaran membuat Salman masuk ke dalam gereja dan melihat apa yang mereka lakukan.
Saat melihatnya, Salman mengaku bahwa ia menyukai cara ibadah mereka dan tertarik terhadap agama Nasrani. Salman memang memiliki pemikiran yang terbuka dan bebas dari taklid buta.
"Saya berkata (kepada diriku), 'sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'. Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku."
Salman menganggap agama tersebut adalah keimanan yang benar. Ia lantas bertanya kepada orang-orang di gereja, 'darimana asal agama tersebut?'. Mereka menjawab: 'Dari Syam'. Negara Syam saat itu dikenal termasuk empat negara, yaitu Suriah, Yordania, Palestina, dan Lebanon.
Salman tetap mengingat ayahnya dan kembali, setelah ayahnya mengirim seseorang untuk mencarinya. Ia lantas menceritakan apa yang dialaminya dan termasuk ketertarikannya kepada agama Nasrani itu. Sang ayah lantas menegaskan, bahwa tidak ada kebaikan pada agama Nasrani. Sang ayah bersikeras bahwa agama Majusi adalah agama nenek moyangnya yang lebih baik.
Namun, Salman menegaskan, bahwa agama Nasrani itu lebih baik dari Majusi. Karena pendiriannya itu, ayahnya kemudian mengancamnya dan merantai kedua kakinya serta memenjarakannya di rumahnya.
Namun, hal itu tak lantas menyurutkan langkah Salman untuk melanjutkan pencariannya akan kebenaran. Ia lantas mengirimkan pesan kepada kaum Nasrani dan meminta mereka memberi kabar jika ada pedagang Nasrani datang dari Syam. Ia juga meminta orang Nasrani untuk mengabarinya kapan rombongan dari Syam itu kembali ke negerinya. Setelah rombongan itu bersiap kembali ke Syam, Salman lantas melepaskan rantai dari kakinya dan mengikuti rombongan itu sampai tiba di Syam.
Saat di Syam, ia bertanya dan mencari sosok yang paling alim di antara orang dari agama mereka. Mereka kemudian menunjuk pada seorang pendeta di dalam gereja. Salman kemudian mendatangi sang pendeta dan berkata bahwa ia menyukai agama Nasrani dan akan berkhidmah di gereja.
Namun, Salman menemukan sesuatu yang buruk dari pendeta itu. Salman bercerita, bahwa pendeta itu memerintahkan kaumnya untuk membayar sedekah. Namun, ia hanya menyimpannya bagi dirinya sendiri dan tidak memberikannya kepada orang-orang miskin.
Salman membenci perbuatan sang pendeta. Hingga akhirnya sang pendeta meninggal, ia membuka keburukannya kepada kaumnya dan menunjukkan harta simpanan berupa tujuh guci emas dan perak yang disembunyikan sang pendeta. Kaumnya lantas enggan menguburkan sang pendeta dan mencaci makinya.
Namun sebelum sang pendeta meninggal, Salman bertanya dan meminta wasiat siapa yang akan diikutinya setelah pendeta itu tiada. Sang pendeta kemudian menunjuk kepada seorang laki-laki di Mosul, kota besar di barat laut Iraq.
Salman pun mendatangainya dan tinggal bersama dengan orang yang berpegang pada ajaran Nasrani seperti pendeta sebelumnya. Ketika ajal mendatangi laki-laki itu, Salman kemudian meminta kepadanya wasiat untuk mengikuti orang lain yang berada di atas agama yang sama. Laki-laki itu kemudian menunjuk pada seorang laki-laki di Nasibin, sebuah kota di tengah perjalanan antara Musil dan Syam, bernama fulan bin fulan.
Hal serupa kembali terjadi. Sosok yang diikuti juga meninggal, setelah Salman mengikutinya beberapa waktu. Wasiat yang sama lantas diminta Salman kepadanya sebelum ajal menghampiri. Laki-laki itu mewasiatkan Salman untuk bergabung dengan seseorang di Amuriyah, sebuah kota yang merupakan bagian dari Wilayah Timur Kekaisaran Romawi.
Setelah mendatang orang yang dimaksud, Salman kemudian bekerja dan mendapatkan beberapa ekor sapi dan seekor kambing. Ajal mendekati laki-laki Amuriyah tersebut. Salman pun mengulang permintaannya. Namun, kali ini jawabannya berbeda.
Laki-laki itu berkata: "Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorang pun yang berpegang pada perkara agama yang sama dengan kita. Namun, seorang Nabi akan datang pada masa kehidupanmu, dan Nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim."
Seperti yang terkandung dalam QS Al-Baqarah ayat 132, Nabi Ibrahim mewasiatkan ucapan kepada anak-anaknya untuk tidak mati kecuali dalam memeluk agama Islam.
Ibrahim menikahi Sarah dan Hajar. Keturunannya dari perkawinannya dengan Sarah adalah Ishak, Yaqub, Daud, Sulaiman, Musa dan Isa alaihissalam. Sedangkan keturunannya dari perkawinannya dengan Hajar adalah Ismail dan Muhammad. Ismail dibesarkan di Makkah, Arab Saudi, dan Muhammad adalah keturunannya.
Laki-laki itu menggambarkan Nabi Muhammad SAW. Dia akan diutus dengan agama yang sama dengan (agama) Ibrahim. Dia akan datang di negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah telah terbakar api). Ada pohon-pohon kurma tersebar di tengah-tengah kedua tanah ini. Dia dapat dikenali dengan tanda-tanda tertentu. Dia (akan menerima) dan makan (dari) makanan yang diberikan sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah. Stempel kenabian akan berada diantara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.
Suatu hari, beberapa pedagang dari Bani Kalb melewatinya. Salman lantas meminta mereka untuk membawanya ke negeri Arab dan sebagai gantinya ia akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang dimilikinya. Namun ketika mereka mendekati Wadi Al-Qura (dekat dengan Madinah), mereka menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi.
Suatu hari, sepupu majikan Salman dari suku Yahudi Bani Quraidha di Madinah datang berkunjung dan membeli Salman. Ia lantas membawa Salman ke Madinah. Hingga suatu hari, Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.
Salman berkata: "(Suatu hari) saya sedang berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurma melakukan beberapa pekerjaan untuk majikanku. Saudara sepupunya datang kepadanya dan berdiri di hadapannya (majikan Salman sedang duduk) dan berkata, Celaka Bani Qilah (orang-orang dari suku Qilah), mereka berkumpul di Quba di sekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Makkah mengatakan (dirinya sebagai) seorang Nabi!
Saya bergetar hebat ketika mendengarnya hingga saya khawatir saya akan jatuh menimpa majikanku. Saya turun dan berkata, Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan? Majikanku menjadi marah dan memukulku dengan pukulan yang kuat seraya berkata, Apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!"
Pada malam itulah, Salman pergi menemui Rasulullah ketika berada di Quba. Saat bertemu, Salman memberikan apa yang dia simpan sebagai sedekah. Salman pun menawarkannya kepada Muhammad. Rasulullah berkata kepada para sahabatnya untuk memakannya. Namun, beliau sendiri tidak memakannya. Saat itulah, Salman merasa yakin bahwa Rasulullah adalah sosok Nabi yang dimaksud.
Salman kemudian mendatangi Nabi kembali dan membawa hadiah untuknya di Madinah. Ia mengatakan kepada Nabi, bahwa dirinya tidak melihat Nabi memakan makanan dari sedekah. Karena itu, ia meminta Nabi memakan hadiah darinya. Nabi lantas memakannya dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya. Saat itulah, ia melihat ada dua tanda kenabian pada diri Rasulullah.
Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi'ul Gharqad (tempat pemakaman para sahabat Nabi). Yang mana, saat itu Nabi tengah menghadiri pemakaman salah seorang sahabatnya. Saat itu, Salman menyapanya dengan sapaan Islam 'Assalamu'alaikum', dan kemudian berputar ke belakangnya untuk melihat stempel kenabian yang digambarkan kepadanya.
Ketika Nabi melihatnya, Beliau mengetahui bahwa Salman tengah berusaha membuktikan sesuatu yang digambarkan kepadanya. Beliau melepaskan kain dari punggungnya dan membiarkan Salman melihat stempel itu.
Salman berkata: "Saya mengenalinya (tanda di punggung). Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya). Saya menceritakan kisahku. Beliau sangat menyukainya sehingga memintaku menceritakan seluruh kisahku kepada para sahabatnya."
Saat itu, Salman masih menjadi budak majikannya. Karenanya, ia tidak mengikuti dua peperangan menghadapi kaum kafir Arab. Namun, Nabi memintanya untuk membuat perjanjian dengan tuannya untuk membebaskannya dari status budak. Salman lantas mendapatkan persetujuan dengan tuannya. Yang mana, dia akan membayar majikannya 40 ukiyah emas dan menanam 300 pohon kurma yang baru.
Nabi saat itu meminta para sahabat untuk membantu Salman mengumpulkan jumlah pohon kurma yang diminta. Nabi kemudian memerintahkan Salman untuk menggali lubang yang cukup untuk menanam bibit. Rasulullah kemudian menanam setiap bibit dengan tangannya sendiri. Salman lantas memberikan pohon-pohon itu kepada majikannya.
Di sisi lain, Nabi juga memberi Salman emas sebesar telur ayam dan memintanya untuk memberikan emas seberat 40 ukyah itu kepada majikannya sebagai penebus utang. Salman pun akhirnya dibebaskan. Sejak saat itu, Salman menjadi sahabat dekat Rasulullah.
Perang Khandaq
24.000 orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn mendatangi kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.
Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan menentukan dari pihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.
Kaum Muslimin menginsafi keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?
Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!'
Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.
Di negerinya Persi, Salman telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka keliling kota.
Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atas usul Salman tersebut.
Ketika Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota.
Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit.
Sewaktu menggali parit, Salman tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.
Salman seorang yang berperawakan kuat dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.
Salman pergi menghadap Rasulullah dan minta izin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah pun pergi bersama Salman untuk melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti.
Rasulullah lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:
"Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi tampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu."
Lalu Rasulullah mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:
"Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya."
Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang temarang.
Rasulullah pun mengucapkan laa ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin.
Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah bahwa dia sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar.
Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.(*)